google

hidayah

  • hendrasihotang@yahoo.com
  • putrisusilo@yahoo.com
  • ziaulhaq-elhi.blogspot.com/

Senin, 18 Oktober 2010

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada saat ini banyak umat islam tidak mengetahui tafsir dari ayat – ayat Al- qur’an. Karena kurangnya kesadaran untuk mengetahui mengenai ayat – ayat Al- qur’an. Pada hal begitu banyak terdapat penjelasan mengenai kehidupan akhirat dalam Al- qur’an.

Kehidupan Al-qur’an yang banyak mengandung ilmu-ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan tentang kehidupan akhirat. Tetapi anak-anak sekarang kurang bermina untuk mengetahui penafsiran Al-Qur’an.

B. Tujuan Pembahasan
Agar kita semua mengetahui tentang kehidupan akhirat.
Agar kita selalu mengingat akan kehidupan akhirat.

C. Perumusan Masalah
Makalah ini dibuat untuk mengetahui bagi yang belum mengetahiuinya dan mendalami bagi yang sudah tahu bagaimana kehidupan akhirat
























BAB II
PEMBAHASAN

Surah An-Nisa’: 76






(orang-orang yang beriman dijalan Allah, sedangkan orang-orang kafir berperang dijalan thagut) setan. –
(maka perangilah anak buah setan itu) maksudnya, penyokong-penyokong agamanya,

( sesungguhnya tipu daya setan) terhadap orang-orang beriman –
(adalah lemah) takkan dapat mengatasi siasat Allah terhadap orang-orang kafir itu.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin berperang untuk menegakkan keadilan dan membela kebenaran, sedangkan orang-orang kafir berperang adalah kerena mengikuti hawa nafsu yang dikendalikan oleh setan dan mengembangkan angkara murka didunia, sehingga kalau orang-orang mukmin meninggalkan atau mengabaikan tugas berperanga dijalan Allah niscaya kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan hawa nafsu akan merajalela.
Oleh karena tujuan berperang dalam Islam demikian suci dan murninya, sedangkan membasmi kezaliaman dan angkara murka sangat penting maka hendaklah kaum muslimin menyerang musuh-musuh Islam yang menjadi kawan-kawan setan itu, dan hendaklah diyakini, bahwa tipu daya setan itu lemah, tidak akan mampu mengalahkan orang-orang yang benar-benar terima dan berperang dijalan Allah.
Setelah membakar semangat untuk berjuang, antara lain berjuang untuk membela keluarga dan tanah air, sekali lagi diingatkan bahwa, orang-orang yang beriman dengan iman yang terus menerus berperang, yakni berjuang dalam berbagai arena, antara lain membela tanah air dan keluarga, namun peperangan mereka tidak keluar dari jalan Allah, yakni koridor yang ditetapkan-Nya. Adapun orang-orang yang kafir, maka mereka terus-menerus berperang dijalan thaghut, yakni setan-setan dan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah yang dianjurkan oleh setan.
Firman-Nya memerintahkan memerangi wali-wali setan,yakni kawan-kawan dan teman-temannya, bukan setan itu sendiri, karena wali-wali itulah yang tampak dengan jelas bagi mereka, dank arena merekalah yang memerankan kehendak setan menjerumuskan kaum muslimin. Disisi lain, peperangan dapat mengakibatkan kematian, sedangkan setan tidak akan mengalami kematian sampai menjelang Hari Kiamat.
Salah satu kelemahan setan yang digaris bawahi Al-Qur’an adalah bahwa ia bersifat khannas (QS. An-Nas [114] : 4), yang antara lain berarti munkar, kembali, dan bersembunyi. Sifat ini – menurut Sayyid Quthub – dari satu sisi mengandung makna ketersembunyian sampai ia mendapat kesempatan untuk membisikan rayuan dan melancarkan serangannya, dan disisi lain memberi kesan kelemahannya dihadapan Allah yang siaga menghadapi tipu daya serta menutup pintu-pintu masuk setan ke dalam dadanya. Setan apabila dihadapi—baik setan jin maupun setan manusia—akan melempem dan mundur serta menghilang.
Firman-Nya : Sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. padahal orang-orang yang beriman dilindungi oleh Allah sehingga ia tidak mampu menjerumuskan manusia yang berperisai—dzikrullah serta membentengi diri dengan takwa. Bahkan, dari kata tipu daya dapat dipahami kelemahan setan karena yang menipu pastilah tidak mampu berhadapan langsung dan pastilah tidak mampu berhadapan langsung dan pastilah mencari cara terselubung untuk menjerumuskan lawannya.
Perlu dicata semenrata ulama menjadikan ayat ini sebagai bukti bahwa rayuwan wanita lebih berbahaya dan lebih besar tampak buruknya dari pada rayuan setan.
Ayat An-Nisa ini adalah firman Allah yang menguraikan kelemahan setan dihadapan orang yang beriman sedang, pernyataan kasarnya tipudaya wanita dalah ucapan seorang suami yang lemah, yang terkalahkan oleh tipudaya wanita perbedaan pengucap dan kondisi masing-masing menjadikan perbandingan dan analogi itu bukan pada tempatnya. Disisi lain baik suami atau istri yang memperdayai pasangannya pada hakikatnya telah terpedaya oleh setan bahkan tidah musytahil menjadi setan manusia.
Surah An-Naml : 65



65. Katakanlah kepadanya : Tiada seorang pun dari penghuni langit dan bumi yang mengetahui perkara yang gaib ), kecuali Allah”. Tidak mereka ketahui bila mereka dibangkitkan.

Setelah ayat-ayat yang lalu membuktikan kebatilan kepercayaan kaum musyrikin tentang tuhan-tuhan mereka, kini melalui ayat diatas dibatalkan kepercayaan mereka menyangkut pengetahuan tentang gaib yang diakui oleh para pengasuh berhala-berhala itu. Diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan kaum musyrikin tentang waktu kedatangan Kiamat. Thahir Ibn ‘Asyur berpendapat bahwa pertanyaan mereka itu, lahir akibat kepercayaan mereka bahwa agamawan—apalagi Nabi—mengetahui yang gaib. Mereka bermaksud dengan pertanyaan ini untuk membuktikan – bila tidak terjawab – bahwa Nabi Muhammad saw bukanlah seorang Nabi.
Al-Biqa’I berpendapat bahwa sebagian apa yang diuraikan pada ayat-ayat yang lalu adalah hal-hal yang gaib, seperti menampakkan yang tersembunyi dilangi dan dibumi, atau penciptaan dan pengaturan alam raya. Dari sini ayat diatas berbicara tentang gaib.
Apapun hubungan yang anda kemukakan atau pilih, yang jelas ayat diatas memerintahkan Nabi Muhammad saw bahwa, katakanlah pada kaum musyrikin itu bahkan kepada siapa pun bahwa: “ Tidak ada satu makhluk pun di langit dan dibumi yang mengetahui perkara gaib yang mutlak seperti saat datangnya hari kemudian kecuali Allah Yang Maha Esa semata-mata,” dan mereka kendati bekerjasama, tidak akan berhasil bahkan tidak merasakan apalagi mengetahui kapan mereka dibangkitkan dari kubur.
Ada juga ulama yang memahami ayat 65 diatas dalam arti: Tidak ada yang mengetahui hal-hal yang terjadi dilangit dan dibumi dan yang gaib dari kita kecuali Allah swt.
Banyak hal yang gaib bagi manusia dan beragam pula tingkat kegaibannya. Jika sesuatu telah anda lihat, raba, atau ketahui hakikatnya, maka sesuatu itu bukan lagi gaib; sebaliknya jika anda tidak tahu hakekatnya, tidak dapat melihat dan merabanya, maka itulah yang dimanai gaib. Yang gaib, ada yang sifatnya relative adapula yang mutlak. Sesuatu boleh jadi anda tidak ketahui tetapi diketahui oleh orang lain, atau sekarang anda tidak tahu tapi akan anda ketahui, maka ini dinamai gaib relative. Apabila kapan dan siapa pun tidak ada yang mengetahuinya—kecuali Allah – maka itulah gaib yang mutlak. Nah, inilah yang dinafikan oleh ayat diatas.
Adapun gaib mutlak seperti kehadiran hari kiamat, maka Nabi Muhammad saw. Sendiri menegaskan ketika beliau ketika ditanya oleh malaikat jibril as. Tentang waktunya bahwa: “ Tidak ada yang ditanya tentang kiamat lebih mengetahui daripada yang bertanya”
Selanjutnya untuk ayat 65 diatas – menurut Thabathaba’I – adalah perintah kepada Nabi Muhammad sa. Untuk menyodorkan kepada para penyembah berhala itu bukti lain tentang ketidakwajaran mempertuhan berhala-berhala, setelah ayat-ayat yang lalu menunjukan ketidakwajarannya dipertuhan dengan jalan membuktikan keesaan Allah,penciptaan dan pengaturan semua wujud. Kali ini ketidakwajaran itu adalah ketidak pengetahuan berhala-berhala itu tentang gaib, serta ketidak merasa mereka menyangkut hari kebangkitan, bahkan tidak ada satupun yang dilangit dan dibumi – termasuk para malaikat, jin atau manusia-manusia suci – walau dipertuhan – yang mengetahui kapan kebangkitan itu. Seandainya mereka itu tuhan, pastilah mereka tahu, karena tuhan berwewenang penuh melakukan perintah, pengaturan dan penciptaan, sedangkan kebangkitan guna memberi ganjaran dan balasan, merupakan salah satu aspek pengaturan. Demikian lebih kurang Thabathaba’I yang akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa ayat 65 di atas adalah argumentasi baru tentang keesaan Allah dan bahwa kata mereka pada ayat diatas bukan bertuju kepada siapa yang berada dilangit dan dibumi.
Sedangkan Thahir Ibn ‘Asyur menggaris bawahi bahwa walaupun kata “ mereka ” pada kalimat-kalimat ayat ini mengandung arti umum, tetapi yang dimaksud adalah khusus, yakni mereka yang merasa mengetahui gaib dari para dukun, peramal dan pengasuh berhala-berhala..
Sebenarnya pengetahuan mereka tidak akan pernah sampai pada peristiwa itu ). Bahkan tentang terwujud atau tidak terwujudnya saja, mereka ragu-ragu, malah ada yang buta sama sekali.
(Apakah) lafaz Bal disini bermakna Hal, yakni apakah (sampai kesana) lafaz iddaraka pada asalnya adalah Tadaraka, kemudia huruf Ta diganti menjadi Dal kemudian diidkhamkan kepada Dal, lalu ditariklah hamzah wasol, Artinya sama dengan lafaz balagha, lahiqa, atau Tataba’a dan Tahalaqa, yaitu : sampai kesana. Menurut kiraat yang lain dibaca adraka menurut wazan akroma sehingga Artinya menjadi : apakah telah sampai kesana ( pengetahuan mereka tentang akhirat) yakni mengenai akhirat, sehingga mereka menanyakan tentang kedatangannya. Pada kenyataanya. Tidaklah demikian
(sebenarnya mereka ragu-ragu tentyang akhirat itu, bahkan mereka buta dari padanya) ‘amuna berasal dari kata ‘umyul qolbi yang Artinya buta hatinya, pengertian ungkapan ini lebih mengenal dari pada kalimat sebelumnya. Pada asalnya lafaz ‘amuna adalah ‘amiyuna, oleh karena harakat dommah atas Ya dianggap berat untuk diucapkan, maka harakat dommahnya dipindahkan kepada Mim, hal ini dilakukan sedang terlebih dahulu harakat Kasrah-nya dibuang, sehingga jadilah ‘amuna.












Surah Yasin : 65


(Pada hari ini kami tutup mulut mereka) mutul orang-orang kafir, karena mereka mengatakan yaitu sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:

“Demi Allah, rabb kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah (QS. Al-An’am : 23)

(Dan katakanlah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka)
Juga anggota-anggota mereka lainnya
( Terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan ) setiap anggota tubuh mengucapkan apa yang telah diperbuatnya.
Ketika menerima ajab dineraka, ada sebagian dari orang-orang kafir yang mengingkari perbuatan-perbuatan jahat mereka didunia.
Menurut Riwayat Anas bin Malik dikatakan :











“ Kami sedang berada disisi Nabi saw, tiba-tiba beliau tertawa. Lalu beliau berkata.” Tahukah kamu mengapa saya tertawa?” Kami menjawab,” Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. “ beliau berkata ,” (Saya tertawa) karena adanya pembicaraan antara seorang hamba dengan tuhanny.” Hamba itu berkata ,” Wahai tuhanku, bukannya engkau telah menyelamatkan aku dari kezaliman?” tuhannya menjawab,” Ya benar, kamu telah aku selamatkan.” Hamba berkata,” sesungguhnya aku tidak akan mengijinkan atas diriku kecuali seorang saksi dari padaku,” Tuhannya menjawab,” cukup, kamu menjadi saksi atas dirimu dan para malaikat pencatat amal juga menjadi saksi,” Nabi saw lalu berkata ,” Kemudian mulut hamba tadi tertutup, lalu anggota-anggota badan diperintahkan untuk berbicara,” Bicaralah! “ kata Nabi saw lagi “ maka anggota-anggota badan itu berbicara ( sesuai perbuatannya).”
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang persaksian anggota tubuh manusia terhadap perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup didunia ini, diantaranya ialah Firman Allah dalam surah An-Nur : 24 sebagaimana berbunyi:


“pada hari,( ketika) lidah, tangan dan kaki menjadi saksi antara mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.(QS.An-Nur:24)
Allah menjadikan tangan dan kaki berbicara sebagai saksi karena tanganlah yang mengerjakan perbuatan itu, sedangkan kaki ikut menyaksikan apa yang sikerjakan oleh tangan itu, jadi perbuatan tangan merupakan persaksian.
Jika semua perbuatan buruk sesorang manusia dibuka dan diungkapkan selama hidup didunia dan diketahui oleh orang banyak maka ia merasa malu dan meerasa sukar menyembunyikan muka mereka. Bahkan banyak pula diantara manusia yang membunuh dirinya karena tidak sanggup menahan rasa malu itu. Diakhirat, mereka akan mengalami apa yang mereka tidak sanggup mengalami dan menanggungnya semasa hidup didunia.

BAB III
KESIMPULAN



QS ANNISA Ayat 76
Didalam surah An-Nisa ayat 76 ini Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin berperang untuk menegakkan keadilan dan membela kebenaran, sedangkan orang-orang kafir berperang adalah kerena mengikuti hawa nafsu yang dikendalikan oleh setan.

1 komentar: