google

hidayah

  • hendrasihotang@yahoo.com
  • putrisusilo@yahoo.com
  • ziaulhaq-elhi.blogspot.com/

Senin, 18 Oktober 2010

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada saat ini banyak umat islam tidak mengetahui tafsir dari ayat – ayat Al- qur’an. Karena kurangnya kesadaran untuk mengetahui mengenai ayat – ayat Al- qur’an. Pada hal begitu banyak terdapat penjelasan mengenai kehidupan akhirat dalam Al- qur’an.

Kehidupan Al-qur’an yang banyak mengandung ilmu-ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan tentang kehidupan akhirat. Tetapi anak-anak sekarang kurang bermina untuk mengetahui penafsiran Al-Qur’an.

B. Tujuan Pembahasan
Agar kita semua mengetahui tentang kehidupan akhirat.
Agar kita selalu mengingat akan kehidupan akhirat.

C. Perumusan Masalah
Makalah ini dibuat untuk mengetahui bagi yang belum mengetahiuinya dan mendalami bagi yang sudah tahu bagaimana kehidupan akhirat
























BAB II
PEMBAHASAN

Surah An-Nisa’: 76






(orang-orang yang beriman dijalan Allah, sedangkan orang-orang kafir berperang dijalan thagut) setan. –
(maka perangilah anak buah setan itu) maksudnya, penyokong-penyokong agamanya,

( sesungguhnya tipu daya setan) terhadap orang-orang beriman –
(adalah lemah) takkan dapat mengatasi siasat Allah terhadap orang-orang kafir itu.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin berperang untuk menegakkan keadilan dan membela kebenaran, sedangkan orang-orang kafir berperang adalah kerena mengikuti hawa nafsu yang dikendalikan oleh setan dan mengembangkan angkara murka didunia, sehingga kalau orang-orang mukmin meninggalkan atau mengabaikan tugas berperanga dijalan Allah niscaya kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan hawa nafsu akan merajalela.
Oleh karena tujuan berperang dalam Islam demikian suci dan murninya, sedangkan membasmi kezaliaman dan angkara murka sangat penting maka hendaklah kaum muslimin menyerang musuh-musuh Islam yang menjadi kawan-kawan setan itu, dan hendaklah diyakini, bahwa tipu daya setan itu lemah, tidak akan mampu mengalahkan orang-orang yang benar-benar terima dan berperang dijalan Allah.
Setelah membakar semangat untuk berjuang, antara lain berjuang untuk membela keluarga dan tanah air, sekali lagi diingatkan bahwa, orang-orang yang beriman dengan iman yang terus menerus berperang, yakni berjuang dalam berbagai arena, antara lain membela tanah air dan keluarga, namun peperangan mereka tidak keluar dari jalan Allah, yakni koridor yang ditetapkan-Nya. Adapun orang-orang yang kafir, maka mereka terus-menerus berperang dijalan thaghut, yakni setan-setan dan nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai Ilahiyah yang dianjurkan oleh setan.
Firman-Nya memerintahkan memerangi wali-wali setan,yakni kawan-kawan dan teman-temannya, bukan setan itu sendiri, karena wali-wali itulah yang tampak dengan jelas bagi mereka, dank arena merekalah yang memerankan kehendak setan menjerumuskan kaum muslimin. Disisi lain, peperangan dapat mengakibatkan kematian, sedangkan setan tidak akan mengalami kematian sampai menjelang Hari Kiamat.
Salah satu kelemahan setan yang digaris bawahi Al-Qur’an adalah bahwa ia bersifat khannas (QS. An-Nas [114] : 4), yang antara lain berarti munkar, kembali, dan bersembunyi. Sifat ini – menurut Sayyid Quthub – dari satu sisi mengandung makna ketersembunyian sampai ia mendapat kesempatan untuk membisikan rayuan dan melancarkan serangannya, dan disisi lain memberi kesan kelemahannya dihadapan Allah yang siaga menghadapi tipu daya serta menutup pintu-pintu masuk setan ke dalam dadanya. Setan apabila dihadapi—baik setan jin maupun setan manusia—akan melempem dan mundur serta menghilang.
Firman-Nya : Sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah. padahal orang-orang yang beriman dilindungi oleh Allah sehingga ia tidak mampu menjerumuskan manusia yang berperisai—dzikrullah serta membentengi diri dengan takwa. Bahkan, dari kata tipu daya dapat dipahami kelemahan setan karena yang menipu pastilah tidak mampu berhadapan langsung dan pastilah tidak mampu berhadapan langsung dan pastilah mencari cara terselubung untuk menjerumuskan lawannya.
Perlu dicata semenrata ulama menjadikan ayat ini sebagai bukti bahwa rayuwan wanita lebih berbahaya dan lebih besar tampak buruknya dari pada rayuan setan.
Ayat An-Nisa ini adalah firman Allah yang menguraikan kelemahan setan dihadapan orang yang beriman sedang, pernyataan kasarnya tipudaya wanita dalah ucapan seorang suami yang lemah, yang terkalahkan oleh tipudaya wanita perbedaan pengucap dan kondisi masing-masing menjadikan perbandingan dan analogi itu bukan pada tempatnya. Disisi lain baik suami atau istri yang memperdayai pasangannya pada hakikatnya telah terpedaya oleh setan bahkan tidah musytahil menjadi setan manusia.
Surah An-Naml : 65



65. Katakanlah kepadanya : Tiada seorang pun dari penghuni langit dan bumi yang mengetahui perkara yang gaib ), kecuali Allah”. Tidak mereka ketahui bila mereka dibangkitkan.

Setelah ayat-ayat yang lalu membuktikan kebatilan kepercayaan kaum musyrikin tentang tuhan-tuhan mereka, kini melalui ayat diatas dibatalkan kepercayaan mereka menyangkut pengetahuan tentang gaib yang diakui oleh para pengasuh berhala-berhala itu. Diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan kaum musyrikin tentang waktu kedatangan Kiamat. Thahir Ibn ‘Asyur berpendapat bahwa pertanyaan mereka itu, lahir akibat kepercayaan mereka bahwa agamawan—apalagi Nabi—mengetahui yang gaib. Mereka bermaksud dengan pertanyaan ini untuk membuktikan – bila tidak terjawab – bahwa Nabi Muhammad saw bukanlah seorang Nabi.
Al-Biqa’I berpendapat bahwa sebagian apa yang diuraikan pada ayat-ayat yang lalu adalah hal-hal yang gaib, seperti menampakkan yang tersembunyi dilangi dan dibumi, atau penciptaan dan pengaturan alam raya. Dari sini ayat diatas berbicara tentang gaib.
Apapun hubungan yang anda kemukakan atau pilih, yang jelas ayat diatas memerintahkan Nabi Muhammad saw bahwa, katakanlah pada kaum musyrikin itu bahkan kepada siapa pun bahwa: “ Tidak ada satu makhluk pun di langit dan dibumi yang mengetahui perkara gaib yang mutlak seperti saat datangnya hari kemudian kecuali Allah Yang Maha Esa semata-mata,” dan mereka kendati bekerjasama, tidak akan berhasil bahkan tidak merasakan apalagi mengetahui kapan mereka dibangkitkan dari kubur.
Ada juga ulama yang memahami ayat 65 diatas dalam arti: Tidak ada yang mengetahui hal-hal yang terjadi dilangit dan dibumi dan yang gaib dari kita kecuali Allah swt.
Banyak hal yang gaib bagi manusia dan beragam pula tingkat kegaibannya. Jika sesuatu telah anda lihat, raba, atau ketahui hakikatnya, maka sesuatu itu bukan lagi gaib; sebaliknya jika anda tidak tahu hakekatnya, tidak dapat melihat dan merabanya, maka itulah yang dimanai gaib. Yang gaib, ada yang sifatnya relative adapula yang mutlak. Sesuatu boleh jadi anda tidak ketahui tetapi diketahui oleh orang lain, atau sekarang anda tidak tahu tapi akan anda ketahui, maka ini dinamai gaib relative. Apabila kapan dan siapa pun tidak ada yang mengetahuinya—kecuali Allah – maka itulah gaib yang mutlak. Nah, inilah yang dinafikan oleh ayat diatas.
Adapun gaib mutlak seperti kehadiran hari kiamat, maka Nabi Muhammad saw. Sendiri menegaskan ketika beliau ketika ditanya oleh malaikat jibril as. Tentang waktunya bahwa: “ Tidak ada yang ditanya tentang kiamat lebih mengetahui daripada yang bertanya”
Selanjutnya untuk ayat 65 diatas – menurut Thabathaba’I – adalah perintah kepada Nabi Muhammad sa. Untuk menyodorkan kepada para penyembah berhala itu bukti lain tentang ketidakwajaran mempertuhan berhala-berhala, setelah ayat-ayat yang lalu menunjukan ketidakwajarannya dipertuhan dengan jalan membuktikan keesaan Allah,penciptaan dan pengaturan semua wujud. Kali ini ketidakwajaran itu adalah ketidak pengetahuan berhala-berhala itu tentang gaib, serta ketidak merasa mereka menyangkut hari kebangkitan, bahkan tidak ada satupun yang dilangit dan dibumi – termasuk para malaikat, jin atau manusia-manusia suci – walau dipertuhan – yang mengetahui kapan kebangkitan itu. Seandainya mereka itu tuhan, pastilah mereka tahu, karena tuhan berwewenang penuh melakukan perintah, pengaturan dan penciptaan, sedangkan kebangkitan guna memberi ganjaran dan balasan, merupakan salah satu aspek pengaturan. Demikian lebih kurang Thabathaba’I yang akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa ayat 65 di atas adalah argumentasi baru tentang keesaan Allah dan bahwa kata mereka pada ayat diatas bukan bertuju kepada siapa yang berada dilangit dan dibumi.
Sedangkan Thahir Ibn ‘Asyur menggaris bawahi bahwa walaupun kata “ mereka ” pada kalimat-kalimat ayat ini mengandung arti umum, tetapi yang dimaksud adalah khusus, yakni mereka yang merasa mengetahui gaib dari para dukun, peramal dan pengasuh berhala-berhala..
Sebenarnya pengetahuan mereka tidak akan pernah sampai pada peristiwa itu ). Bahkan tentang terwujud atau tidak terwujudnya saja, mereka ragu-ragu, malah ada yang buta sama sekali.
(Apakah) lafaz Bal disini bermakna Hal, yakni apakah (sampai kesana) lafaz iddaraka pada asalnya adalah Tadaraka, kemudia huruf Ta diganti menjadi Dal kemudian diidkhamkan kepada Dal, lalu ditariklah hamzah wasol, Artinya sama dengan lafaz balagha, lahiqa, atau Tataba’a dan Tahalaqa, yaitu : sampai kesana. Menurut kiraat yang lain dibaca adraka menurut wazan akroma sehingga Artinya menjadi : apakah telah sampai kesana ( pengetahuan mereka tentang akhirat) yakni mengenai akhirat, sehingga mereka menanyakan tentang kedatangannya. Pada kenyataanya. Tidaklah demikian
(sebenarnya mereka ragu-ragu tentyang akhirat itu, bahkan mereka buta dari padanya) ‘amuna berasal dari kata ‘umyul qolbi yang Artinya buta hatinya, pengertian ungkapan ini lebih mengenal dari pada kalimat sebelumnya. Pada asalnya lafaz ‘amuna adalah ‘amiyuna, oleh karena harakat dommah atas Ya dianggap berat untuk diucapkan, maka harakat dommahnya dipindahkan kepada Mim, hal ini dilakukan sedang terlebih dahulu harakat Kasrah-nya dibuang, sehingga jadilah ‘amuna.












Surah Yasin : 65


(Pada hari ini kami tutup mulut mereka) mutul orang-orang kafir, karena mereka mengatakan yaitu sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya:

“Demi Allah, rabb kami, tiadalah kami mempersekutukan Allah (QS. Al-An’am : 23)

(Dan katakanlah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka)
Juga anggota-anggota mereka lainnya
( Terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan ) setiap anggota tubuh mengucapkan apa yang telah diperbuatnya.
Ketika menerima ajab dineraka, ada sebagian dari orang-orang kafir yang mengingkari perbuatan-perbuatan jahat mereka didunia.
Menurut Riwayat Anas bin Malik dikatakan :











“ Kami sedang berada disisi Nabi saw, tiba-tiba beliau tertawa. Lalu beliau berkata.” Tahukah kamu mengapa saya tertawa?” Kami menjawab,” Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. “ beliau berkata ,” (Saya tertawa) karena adanya pembicaraan antara seorang hamba dengan tuhanny.” Hamba itu berkata ,” Wahai tuhanku, bukannya engkau telah menyelamatkan aku dari kezaliman?” tuhannya menjawab,” Ya benar, kamu telah aku selamatkan.” Hamba berkata,” sesungguhnya aku tidak akan mengijinkan atas diriku kecuali seorang saksi dari padaku,” Tuhannya menjawab,” cukup, kamu menjadi saksi atas dirimu dan para malaikat pencatat amal juga menjadi saksi,” Nabi saw lalu berkata ,” Kemudian mulut hamba tadi tertutup, lalu anggota-anggota badan diperintahkan untuk berbicara,” Bicaralah! “ kata Nabi saw lagi “ maka anggota-anggota badan itu berbicara ( sesuai perbuatannya).”
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang persaksian anggota tubuh manusia terhadap perbuatan-perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup didunia ini, diantaranya ialah Firman Allah dalam surah An-Nur : 24 sebagaimana berbunyi:


“pada hari,( ketika) lidah, tangan dan kaki menjadi saksi antara mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.(QS.An-Nur:24)
Allah menjadikan tangan dan kaki berbicara sebagai saksi karena tanganlah yang mengerjakan perbuatan itu, sedangkan kaki ikut menyaksikan apa yang sikerjakan oleh tangan itu, jadi perbuatan tangan merupakan persaksian.
Jika semua perbuatan buruk sesorang manusia dibuka dan diungkapkan selama hidup didunia dan diketahui oleh orang banyak maka ia merasa malu dan meerasa sukar menyembunyikan muka mereka. Bahkan banyak pula diantara manusia yang membunuh dirinya karena tidak sanggup menahan rasa malu itu. Diakhirat, mereka akan mengalami apa yang mereka tidak sanggup mengalami dan menanggungnya semasa hidup didunia.

BAB III
KESIMPULAN



QS ANNISA Ayat 76
Didalam surah An-Nisa ayat 76 ini Allah menerangkan bahwa orang-orang mukmin berperang untuk menegakkan keadilan dan membela kebenaran, sedangkan orang-orang kafir berperang adalah kerena mengikuti hawa nafsu yang dikendalikan oleh setan.

emosi

Pengertian Emosi
1. Pengertian Emosi

Hingga saat ini para ahli tampaknya masih beragam dalam memberikan rumusan tentang emosi dengan orientasi teoritis yang bervariasi pula. Kita mencatat beberapa beberapa teori tentang emosi dengan sudut pandang yang berbeda, diantaranya: teori Somatic dari William James, teori Cannon-Bard, teori Kogntif Singer-Schachter, teori neurobiological dan teori evolusioner Darwin. Perbedaan kerangka teori inilah yang menyebabkan kesulitan tersendiri untuk merumuskan tentang emosi secara tunggal dan universal. Terdapat sekitar 550 sampai 600 kata dalam bahasa Inggris yang memiliki makna yang sama dengan kata emosi, baik itu dalam bentuk kata kerja, kata benda, kata sifat, dan kata keterangan (Averil, 1975; Johnson Laird & Oatley, 1989; Storm & Storm, 1987). Meski tidak didapati rumusan emosi yang bersifat tunggal dan universal, tetapi tampaknya masih bisa ditemukan persesuaian umum bahwa keadaan emosional merupakan satu reaksi kompleks yang berkaitan dengan kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam yang dibarengi dengan perasaan kuat atau disertai dengan keadaan afektif (J.P.Chaplin. 2005). English and English (Syamsu Yusuf, 2003) menyebut emosi ini sebagai “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and grandular activities”. Menurut Abin Syamsuddin Makmun (2003) bahwa aspek emosional dari suatu perilaku, pada umumnya selalu melibatkan tiga variabel, yaitu: (1) rangsangan yang menimbulkan emosi (stimulus); (2) perubahan–perubahan fisiologis yang terjadi pada individu; dan (3) pola sambutan. Dalam situasi tertentu, pola sambutan yang berkaitan dengan emosi seringkali organisasinya bersifat kacau dan mengganggu, kehilangan arah dan tujuan. Berkenaan dengan perubahan jasmaniah yang terjadi terkait dengan emosi seseorang, Syamsu Yusuf (2003) memberikan penjelasan sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini:

Terpesona


Reaksi elektris pada kulit

Marah


Peredaran darah bertambah cepat

Terkejut


Denyut jantung bertambah cepat

Kecewa


Bernafas panjang

Sakit marah


Pupil mata membesar

Cemas


Air liur mengering

Takut


Berdiri bulu roma

Tegang


Terganggu pencernaan, otot tegang dan bergetar.

Selanjutnya, dia mengemukakan pula tentang ciri-ciri emosi, yaitu: (1) lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnnya seperti pengamatan dan berfikir; (2) bersifat fluktuatif atau tidak tetap, dan (3) banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera dan subyektif. Lebih jauh, Nana Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan empat ciri emosi, yaitu:

1. Pengalaman emosional bersifat pribadi dan subyektif. Pengalaman seseorang memegang peranan penting dalam pertumbuhan rasa takut, sayang dan jenis-jenis emosi lainnya. Pengalaman emosional ini kadang–kadang berlangsung tanpa disadari dan tidak dimengerti oleh yang bersangkutan kenapa ia merasa takut pada sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu ditakuti. Lebih bersifat subyektif dari peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berfikir (Syamsu Yusuf, 2003)
2. Adanya perubahan aspek jasmaniah. Pada waktu individu menghayati suatu emosi, maka terjadi perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu terjadi serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Seseorang jika marah maka perubahan yang paling kuat terjadi debar jantungnya, sedang yang lain adalah pada pernafasannya, dan sebagainya.
3. Emosi diekspresikan dalam perilaku. Emosi yang dihayati oleh seseorang diekspresikan dalam perilakunya, terutama dalam ekspresi roman muka dan suara/bahasa. Ekspresi emosi ini juga dipengaruhi oleh pengalaman, belajar dan kematangan.
4. Emosi sebagai motif. Motif merupakan suatu tenaga yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan. Demikian juga dengan emosi, dapat mendorong sesuatu kegiatan, kendati demikian diantara keduanya merupakan konsep yang berbeda. Motif atau dorongan pemunculannya berlangsung secara siklik, bergantung pada adanya perubahan dalam irama psikologis, sedangkan emosi tampaknya lebih bergantung pada situasi merangsang dan arti signifikansi personalnya bagi individu Menurut J.P. Chaplin (2005), motif lebih berkenaan pola habitual yang otomatis dari pemuasan, sementara reaksi emosional tidak memiliki pola atau cara-cara kebiasaan reaktif yang siap pakai.

Di lain pihak, Fehr & Russel (1984) Shaver, Schwarts, Kirson & O’Connor (1987) menyebutkan, emosi memiliki tiga bentuk, yaitu passivity, intentionality, dan subjectivity. Passivity berasal dari kata Yunani kuno abad ke-18 yaitu “pathe”, artinya sama dengan “nafsu” atau “hasrat”. Makna dasar dari passivity adalah berubah secara drastis, terutama berubah menjadi sangat buruk. Kata “pasif” seringkali digunakan dalam menerangkan kata-kata emosi. Sehingga kata-kata semacam “jatuh cinta”, “terjebak amarah” dikonotasikan sebagai tindakan pasif. Artinya, emosi hanyalah tindakan refleks sebagai hasil pengalaman sensoris sederhana, yang berada di bawah kontrol pribadi. Padahal sejatinya, manusia hidup memiliki kontrol yang lebih tidak sekadar emosinya, sehingga emosi tidak sekadar pasif. Intentionality (kesengajaan) masih sering dikaitkan dengan “nafsu”, tapi bisa bermakna yang sama sekali berbeda dengan passivity jika diterapkan dalam pengertian sehari-hari. Intentionality maksudnya, bahwa emosi terjadi karena suatu kesengajaan. Misalnya, orang tidak marah secara tiba-tiba, tanpa sebab musabab tetapi selalu ada sesuatu yang membuat dia marah, atau takut terhadap sesuatu, senang terhadap sesuatu, dan seterusnya. Sesuatu itu adalah objek kesengajaan dari emosi, sebagai hasil dari evaluasi dari sesuatu yang pernah terjadi sebelumnya. Subjectivity. Biasanya, emosi selalu dikaitkan dengan perbuatan subjektif sebagai akibat dari sebuah pengalaman diri terhadap objek eksternal. Meski demikian, emosi juga bersifat objektif, karena bisa dinilai sebagai baik atau buruk; bermanfaat atau berbahaya, bergantung kepada penilaian pribadi terhadap emosi tersebut.

Perasaan dan emosi pada dasarnya merupakan dua konsep yang berbeda tetapi tidak bisa dilepaskan. Perasaan selalu saja menyertai dan menjadi bagian dari emosi. Perasaan (feeling) merupakan pengalaman yang disadari yang diaktifkan oleh rangsangan dari eksternal maupun internal (keadaan jasmaniah) yang cenderung lebih bersifat wajar dan sederhana. Demikian pula, emosi sebagai keadaan yang terangsang dari organisme namun sifatnya lebih intens dan mendalam dari perasaan. Menurut Nana Syaodih Sukadinata (2005), perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang, tersembunyi dan tertutup ibarat riak air atau hembusan angin sepoy-sepoy sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis, bergejolak, dan terbuka, ibarat air yang bergolak atau angin topan, karena menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah yang bisa diamati. Contoh: orang merasa marah atas kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, dalam konteks ini, marah merupakan perasaan yang wajar, tetapi jika perasaan marahnya menjadi intens dalam bentuk angkara murka yang tidak terkendali maka perasaan marah tersebut telah beralih menjadi emosi. Orang merasa sedih karena ditinggal kekasihnya, tetapi jika kesedihannya diekspresikan secara berlebihan, misalnya dengan selalu diratapi dan bermuram durja, maka rasa sedih itu sebagai bentuk emosinya.

Perasaan dan emosi seseorang bersifat subyektif dan temporer yang muncul dari suatu kebiasaan yang diperoleh selama masa perkembangannya melalui pengalaman dari orang-orang dan lingkungannya. Perasaan dan emosi seseorang membentuk suatu garis kontinum yang bergerak dari ujung yang yang paling postif sampai dengan paling begatif, seperti: senang-tidak senang (pleasant-unpleasent), suka-tidak suka (like-dislike), tegang-lega (straining-relaxing), terangsang-tidak terangsang (exciting-subduing).

Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu: emosi sensoris dan emosi psikis. Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar. Emosi psikis yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : (1) perasaan intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran; (2) perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait dengan hubungan dengan orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok; (3) perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan buruk atau etika (moral); (4) perasaan keindahan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keindahan akan sesuatu, baik yang bersifat kebendaan maupun kerohanian; dan (5) perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (Homo Divinas) dan makhluk beragama (Homo Religious)

Sementara itu, Nana Syaodih Sukadinata (2005) mengetengahkan tentang macam-macam emosi individu, diantaranya: (1) takut, cemas dan khawatir. Ketiga macam emosi ini berkenaan dengan rasa terancam oleh sesuatu; (2) marah dan permusuhan, yang merupakan suatu perayaan yang dihayati seseorang atau sekelompok orang dengan kecenderungan untuk menyerang; (3) rasa bersalah dan duka, yang merupakan emosi akibat dari kegagalan atau kesalahan dalam melakukan perbuatan yang berkenaan norma; dan (4) cinta, yaitu jenis emosi yang menurut Erich Fromm berkembang dari kesadaran manusia akan keterpisahannya dengan yang lain, dan kebutuhan untuk mengatasi kecemasan karena keterpisahan tersebut.

Setiap orang memiliki pola emosional masing-masing yang berupa ciri-ciri atau karakteristik dari reaksi-reaksi perilakunya. Ada individu yang mampu menampilkan emosinya secara stabil yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengontrol emosinya secara baik dan memiliki suasana hati yang tidak terlau variatif dan fluktuatif. Sebaliknya, ada pula individu yang kurang atau bahkan sama sekali tidak memiliki stabilitas emosi, biasanya cenderung menunjukkan perubahan emosi yang cepat dan tidak dapat diduga-duga.

Tingkat kematangan emosi (emotional maturity) seseorang dapat ditunjukkan melalui reaksi dan kontrol emosinya yang baik dan pantas, sesuai dengan usianya. Adalah hal yang wajar bagi seorang anak kecil usia 3-5 tahun, apabila dia merasa kecewa ketika tidak dipenuhi keinginannya untuk dibelikan permen coklat atau mainan anak-anak dan kemudian mengekspresikan emosinya dengan cara menangis dan berguling-guling di lantai. Tetapi, akan menjadi hal yang berbeda, jika hal itu terjadi pada seorang remaja atau dewasa dan jika hal itu benar-benar terjadi maka jelas dia belum menunjukkan kematangan emosinya.

Sekilas telah dikemukakan di atas bahwa pola sambutan emosional seringkali organisasinya kacau-balau dan hal ini sangat tampak pada mereka yang mengalami gangguan kekacauan emosional (emotional disorder) yaitu sejenis penyakit mental dimana reaksi emosionalnya tidak tepat dan kronis serta sangat menonjol atau menguasai kepribadian yang bersangkutan. Untuk kasus-kasus kekacauan emosi yang sangat ekstrem biasanya diperlukan terapi tersendiri dengan bantuan ahli.

Karena sifatnya yang dinamis, bisa dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik untuk mengkaji tentang emosi daripada unsur-unsur perasaan. Daniel Goleman salah seorang ahli psikologi yang banyak menggeluti tentang emosi yang kemudian melahirkan konsep Kecerdasan Emosi, yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain.

Sejalan dengan usianya, emosi seorang individu pun akan terus mengalami perkembangan, mulai dari. Dengan mengutip pendapat Bridges, Loree (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi emosional pada anak-anak, sebagai berikut

Usia


Ciri-Ciri

Pada saat dilahirkan


Bayi dilengkapi kepekaan umum terhadap rangsangan – rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur)

0 – 3 bln


Kesenangan dan kegembiraan mulai didefinisikan dari emosi orang tuanya

3 – 6 bln


Ketidaksenangan berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian dan ketakutan

9 – 12 bln


Kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang

18 bulan pertama


Kecemburuan mulai berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang

2 th


Kenikmatan dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan

5 th


Ketidaksenangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan kecewa sedangkan kesenangan berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih sayang

2. Memelihara Emosi

Emosi sangat memegang peranan penting dalam kehidupan individu, akan memberi warna kepada kepribadian, aktivitas serta penampilannya dan juga akan mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mentalnya. Agar kesejahteraan dan kesehatan mental ini tetap terjaga, maka individu perlu melakukan beberapa usaha untuk memelihara emosi-emosinya yang konstruktif. Dengan merujuk pada pemikiran James C. Coleman (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005), di bawah ini dikemukakan beberapa cara untuk memelihara emosi yang konstruktif.

1. Bangkitkan rasa humor. Yang dimaksud rasa humor disini adalah rasa senang, rasa gembira, rasa optimisme. Seseorang yang memiliki rasa humor tidak akan mudah putus asa, ia akan bisa tertawa meskipun sedang menghadapi kesulitan.
2. Peliharalah selalu emosi-emosi yang positif, jauhkanlah emosi negatif. Dengan selalu mengusahakan munculnya emosi positif, maka sedikit sekali kemungkinan individu akan mengalami emosi negatif. Kalaupun ia menghayati emosi negatif, tetapi diusahakan yang intensitasnya rendah, sehingga masih bernilai positif.
3. Senatiasa berorientasi kepada kenyataan. Kehidupan individu memiliki titik tolak dan sasaran yang akan dicapai. Agar tidak bersifat negatif, sebaiknya individu selalu bertolak dari kenyataan, apa yang dimiliki dan bisa dikerjakan, dan ditujukan kepada pencapaian sesuatu tujuan yang nyata juga.
4. Kurangi dan hilangkan emosi yang negatif. Apabila individu telah terlanjur menghadapi emosi yang negatif, segeralah berupaya untuk mengurangi dan menghilangkan emosi-emosi tersebut. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui: pemahaman akan apa yang menimbulkan emosi tersebut, pengembangan pola-pola tindakan atau respons emosional, mengadakan pencurahan perasaan, dan pengikisan akan emosi-emosi yang kuat.

Sumber:

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis). Jakarta : Kanisius

Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono).2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill Book Company

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.

Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.


http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/06/09/memahami-emosi-individu

MSI

BAB I
PENDAHULUAN
Kehadiran Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Di yakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Didalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat didalam sumber ajarannya, Al-Qur’an dan hadits Nampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progressif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan imperialdan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis dan berakhlak mulia dan sikap positif lainnya.
Metodologi studi islam merupakan kajian yang logis, sistematis, objektif dan rasional. Kajian inin berdasarkan fakta-fakta dan data yang di analisis secara ilmiah dengan berbagai pendekatan.
Dengan demikian jelaslah bahwa metodologi studi islam berperan aktif dalam kehidupan karena studi islam menjadikan objek kajian islam. Bukan, menjadikan islam sebagai agama dan seperangkat kepercayaan. Maka, dapat dibedakan antara islam sebagai ajaran pemahaman atau pemikiran dan pengamalan atau praktek.






BAB II
METODOLOGI STUDI ISLAM
STUDI ISLAM
Agama Islam
Menurut ilmu bahasa kata Islam berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu kata bentuk berimbuhan ( ) yang asal ( ) dari kata ( ) yang berarti selamat sentosa, menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat lahir batin. Disebut muslim yaitu orang yang telah menyatakan dirinya patuh dan tunduk kepada Allah SWT. Secara terminologi Islam dapat dipahami dari dua sisi, pertama, Islam adalah agama yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya untuk meng-Esakannya, kedua ,Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui Rasulullah Muhammad. Pengertian pertama mengandung makna bahwa Islam adalah agama Universal yang ditunjukkan kepada seluruh ummat manusia untuk semua waktu dan tempat. Dahulu, sekarang dan akan datang.
Sedangkan pengertian yang kedua khusus untuk agama yang diturunkan melalui Nabi Muhammad. Kedua pengertian ini sebenarnya bukan bertentangan, tetapi merupakan keistimewaan Islam, karena kesesuainnya dengan latar belakang dan sisi pandangnya. Yang pertama menganut sisi pandang tauhid oriented, dn yang kedua mengarah pada sisi pandang syari’at oriented, dalam al-qur’an Islam adalah integral orientasi, maksudnya tauhid dan syariat secara bersama-sama. Syariat Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad adalah sistem Syariat yang open oriented yang berarti syariat Islam dapat berdialog dengan segala peradaban umat manusia sampai akhir kiamat. Mengenai Islam bagi agama yang dianut oleh nabi Ibrahim dan nabi-nabi sebelumnya dinyatakan dalm Al-Qur’an antara lain dalam surah Al-Baqarah/2 : 132 sbb:

      •          
Artinya:
“Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. Al-baqarah : 132)

Berdasrkan ayat di atas dapat dijelaskan bahwa agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya untuk diajarkan kepada umat manusia adalah Islam, ia dibawa secara berantai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Meskipun demikaian, tidak sama persis antara Islam yang dibawa nabi Muhammad dengan Islam yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Islam sebelum Muhammad bersifat local atau nasional ia hanya untuk kepentingan bangsa/ daerah tertentu dan periodenya juga terbatas, kalaupun disebut dengan Islam ungkapan itu lebih berfokus pada misinya yaitu membawa keselamatan, kedamaian dan seterusnya. Bukan menunjukkan nama suatu agama secara sempurna. Islam sebagai agama sempurna baru digunakan pada masa nabi Muhammad ini dapat dipahami dari ayat berikut ini.

       •       •                                                •    
Artinya:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir Telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] Karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

•                            
Artinya:
“ Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”
Agama islam yang dibawa oleh nabi Muhammad itu tetap berlaku untuk masa dahulu, sekarang, akan dating dan berlaku pula untuk semua umat manusia. Ini dapat dipahami dari ayat yang menjelaskan bahwa nabi Muhammad diutus untuk sekalian alam sebagai berikut:

     
Artinya:
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Tugas nabi Muhammad adalah membawa rahmat bagi sekalian alam diantara makna rahmat dalam ayat tersebut bermakna risalah atau ajaran agama, risalah islam mendatangkan rahmat bagi sekalian alam. Ajaran Islam yang dibawa oleh nabi terdahulu berbeda dengan yang dibawa oleh nabi Muhammad. Perbedaannya dilihat dari sudut kesempurnaan syariatnya, masa berlakunya, dan wilayah operasionalnya. Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad berlaku universal untuk semua umat manusia segala tempat dan waktu. Dari segi akidah atau tauhid semua agama yang dibawa oleh para nabi itu sama, yaitu agama monotheisme atau agama tauhid yang meng-Esakan Tuhan.

Pengertian Studi Islam
Studi Islam adalah kajian ilmiah tentang islam. Istilah studi mengandung makna kajian ilmiah yaitu kajian yang logis, sistematis, objektif dan rasional. Kajian nya didasarkan kepada fakta-fakta dan data yang dianalisis secara ilmiah dengan berbagai pendekatan. Dengan kata lain, studi Islam berarti menjadikan Islam sebagai objek kajian. Jadi, bukan menjadikan Islam sebagai agama dan seperangkat kepercayaan.
Dalam mendudukkan Islam sebagai objek kajian, maka perlu dibedakan antara Islam sebagai ajaran, pemahaman atau pemikiran dan pengamalan atau praktek. Islam sebagai ajaran adalah ajaran-ajaran yang bermuat pada al-Qur’an dan hadits yang ajarannya bersifat universal, absolute, dan tidak lapuk dimakan masa. Sedangkan Islam sebagai pemahaman, dan pengamalan, merupakan reaksi manusia terhadap ajaran Islam yang universal. Pemahaman dan pengamalan manusia itu bersifat particular dan kondisional, terikat oleh ruang dan waktu. Studi Islam disebut juga pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia, sedangkan pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya secara murni tanpa dipengaruhi sejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca Al-Qur’an dan akhlak. Studi islam mencakup dua bidang kajian yaitu kajian tentang doktrin agama dan kajian tentang respon dan interpretasi manusia terhadap doktrin agama. Kajian yang pertama meliputi Al-Qur’an dan hadits sebagai teks dan sumber ajaran agama. Kajian kedua membahas penafsiran terhadap kedua sumber ajaran agama Al-Qur’an dan Hadits yang telah diformulasi menjadi bangunan ilmu pengetahuan.
Islam sebagai ajaran, pemahaman dan pengamatan.
Islam sebagai ajaran, terbagi dua yaitu : Din dan Syariah. Kalau dia islam sebagai Din adalah aturan Allah yang diturunkan kepada semua manusia melalui nabi-nabiNya. Jadi, Din merupakan aturan Allah yang berlaku untuk semua Nabi dan Rasul. Islam sebagai Din bersifat Universal yakni berlaku sepanjang masa ( dahulu, sekarang dan akan datang ) dan berlaku dimana saja dan juga bersifat absolut yang berarti pasti benar dan tidak dipertanyakan kebenarannya, sebab isi agama itu adalah Din. Yang dimaksud Islam sebagai Din yaitu Tauhid, kafrena semua Nabi dan Rasul Allah adalah mengajarkan Tauhid. Dan kalau Islam sebagai syari’ah yaitu Islam sebagai aturan Allah yang diturunkan kepada masing-masing Nabi dan Rasul. Masing-masing nabi dan Rasul menerima syari’ah sesuai dengan perkembangan umat manusia. Syari’ah bersifat Universal dan Absolut dalam pengikut Muhammad SAW dengan demikian, Islam sebagai ajaran baik dan maupun syariat adalah yang berasal dari Allah yang bersifat Universal dan Absolut.
Islam Sebagai Pemahaman
Islam sebagai pemahaman adalah respon orang terhadap islam. Pada sisi ini konsep-konsep islam itu merupakan formulasi manusia yang berdasarkan kepada aturan Allah. Jadi, ada andil manusia dalam bidang pemahaman.
Dalam bahasa Arab, pemahaman itu disebut dengan Fiqih. Fiqih dimaksudkan bukan kumpulan rumusan, aturan sebagaimana yang banyak dipahami orang yakni pemahaman orang tentang Din dan syari’ah, dengan kata lain, pemahaman orang terhadap Al-Qur’an dan Hadits. Dalam Al-Qur’an dinyatakan sebagai berikut yang Artinya :
“ Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ( ke medan perang ). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Dalam arti ayat tersebut digunakan kata untuk memahami agama. Jadi, harus ada sekelompok orang yang bertugas memahami agama, klemudian menjelaskan pada pemeluk agama tersebut.
Orang yang memahami Din itu kemudian membenbtuk kelompok, baik disengaja ataupun tidak. Kelompok orang yang memahami Din dari sisi ketuhanannya, maka muncul ilmu kalam ; demikian juga pemahan dari sisi fiqih ,maka muncul ilmu fiqih, tasawuf, filsafat, dan ilmu tafsir. Demikian seterusnya, jadi semua ilmu keislaman itu adalah pemahaman manusia terhadap ajaran islam.



Islam sebagai pengamalan
Seperti islam sebagai pemahaman yang terikat ruang dan waktu, maka pengamalan agama juga bersifat terikat ruang dan waktu. Karena islam sebagai pengamalan adalah budaya manusia, namun respon manusia dalam menjalankan aturan Allah yang tertera Din dan Syari’at.
Islam sebagi sumber ( wahyu ) perlulah kiranya dituangkan dalam teori-teori atau sistem yang berdaya konstekstual actual dan operasional. Untuk itu, manusia harus melakukan apresiasi intelektual atas doktrin ideal tersebut yang ditopang dengan kerangka metodologi yang tepat.
Diketahui bahwa ketika islam telah dipraktekkan atau diamalkan, baik dalam bentuk keyakinan maupun perbuatan, secara individual maupun komunal, maka sudah merupakan fenomena dan fakta. Jadi, ada bagian dari Islam yang mutlak harus diterima, tetapi ada bagian lain yang mesti dipelajari, dikaji, dibahas, dan digali. Sehingga ketika membahas ‘ dassein’ ( apa yang sebenarnya ) dari Islam, maka ini merupakan wilayah ilmu, tetapi ketika beranjak memperbincangkan ‘ das sollen’ ( apa yang seharusnya ) ini masuk dalam kajian filsafat dan agama.
Manusia dalam memperoleh pengetahuan agama diperoleh melalui periwayatan berkesinambungan dari orang – orang terpercaya dan tidak mungkin berdusta ( Al-Tawatur ) pengetahuan yang diperoleh melalui al tawatur ini adalah wahyu. Kebenaran pengetahuan agama dapat pula diperoleh bukti-bukti historis, argumen-argumen rasional dan pengalaman pribadi. Pengetahuan agama tersebut kemudian disusun bahkan ditulis secara sisitematik serta berdasarkan bidang atau cabang tertentu, dan kemudian membentuk ranting-ranting tertentu pula. Sistematika pengetahuan agama yang dibangun atas landasan argument rasional dan pengalaman keagamaan yang bersumber dari wahyu tersebut membentuk batang tubuh pengetahuan. Batang tubuh pengetahuan agama inilah yang disebut sebagai ilmu agama.
Pemikiran keagamaan masyarakat seolah-olah merupakan dinamika gerak lingkar dari suatu pemahaman terhadap titik sentrum kebenaran. Logika dan pemahaman terhadap kebenaran agama memerlukan sebuah continous proses berupa pemahaman-pemahaman yang berbeda. Karena itu perjuangan dalam mencari kebenaran yang ada dalam agama selalu berada pada titik orbit yang tertinggi ( trasendental ), dan manusia sebagai penganut agama yang mengaku beragama secara baik dan benar, pasti akan menyadari akan adanya keterbatasan alamiah dan relatifnya pemikiran dalam memahami kebenaran agama. Karena itu, memahami ajaran agama melalui pelahiran kembali tafsiran-tafsiran yang lebih baru merupakan salah satu jalan untuk mencapai sasaran tersebut. Kenyataan itu merupakan kerja penganut ajaran yang tidak pernah usai dalam kehidupan manusia.




BAB III
KESIMPULAN
Islam dapat dipahami dari dua sisi, pertama, Islam adalah agama yang diwahyukan. Allah kepada Rasul-Nya untuk meng-Esakannya, kedua ,Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Allah kepada manusia melalui Rasulullah Muhammad.
Pengertian pertama mengandung makna bahwa Islam adalah agama Universal yang ditunjukkan kepada seluruh ummat manusia untuk semua waktu dan tempat. Dahulu, sekarang dan akan datang.
Sedangkan pengertian yang kedua khusus untuk agama yang diturunkan melalui Nabi Muhammad. Kedua pengertian ini sebenarnya bukan bertentangan, tetapi merupakan keistimewaan Islam, karena kesesuainnya dengan latar belakang dan sisi pandangnya. Yang pertama menganut sisi pandang tauhid oriented, dn yang kedua mengarah pada sisi pandang syari’at oriented, dalam al-qur’an Islam adalah integral orientasi, maksudnya tauhid dan syariat secara bersama-sama. Syariat Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad adalah sistem Syariat yang open oriented yang berarti syariat Islam dapat berdialog dengan segala peradaban umat manusia sampai akhir kiamat.
Studi islam merupakan kajian ilmiaah yang logis, sistematis, objektif dan rasional kajiannya didasarkan kepada fakta-fakta dan data yang dianalisis secara ilmiah dengan berbagai pendekatan. Studi islam menjadikan ialam sebagai objek kajian, bukan menjadikan islam sebagai agama dan seperangkat kepercayaan.
Islam sebagai ajaran, terbagi dua yaitu : Din dan Syariah. Kalau dia islam sebagai Din adalah aturan Allah yang diturunkan kepada semua manusia melalui nabi Syari’ah bersifat Universal dan Absolut dalam pengikut Muhammad SAW dengan demikian, Islam sebagai ajaran baik dan maupun syariat adalah yang berasal dari Allah yang bersifat Universal dan Absolut.
Islam sebagai pemahaman adalah respon orang terhadap islam. Pada sisi ini konsep-konsep islam itu merupakan formulasi manusia yang berdasarkan kepada aturan Allah. Jadi, ada andil manusia dalam bidang pemahaman.



















DAFTAR PUSTAKA

Sihombing, Buyung Ali, Baharuddin, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2005)
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), cet. I

Antropologi

PENDEKATAN ANTROPOLOGI
A. Pengertian Antropologis
Anthropologis adalah studi tentang manusia dari segi budaya. Berbeda dengan pende-katan sejarah, studi ini lebih spesifik pada fenomena kebudayaan suatu masyarakat sebagai sesuatu yang unik di tengah keragaman corak budaya masyarakat yang berbeda – beda. Sim-bol – simbol budaya yang mengandung makna bagi pemakaiannya dapat diamati sebagai fe-nomena yang mungkin saja muncul dari kenyakinan, nilai – nilai maupun kepentingan masyara-kat tersebut.
Seperti dituturka oleh Akbar S. Ahmed, bahwa tugas utama anthropologi yaitu studi ten-tang manusia adalah memberikan kemampuan kepada manusia untuk memahami dirinya sen-diri melalui budaya orang lain. Dengan anthropologi kesadaran mengenai diri sendiri akan membantu dalam mengapresiasikan orang lain.
Karena demikian luas wilayah kebudayaan, studi anthropologi dispesialisasi ke dalam beberapa disiplin seperti anthropologi budaya, anthropologi sosial, anthropologi fisi dan anthro-pologi falsafi.
Sedangkan istilah enthnologi seperti sering digunakan dalam bahasa Perancis, Jerman dan Belanda sering di beri arti sama seperti apa yang diberikan kepada istilah anthropologi, yai-tu penyelidikan atas perbedaan – perbedaan kebudayaan bangsa – bangsa, arti pengaruh per-bedaan itu atas manusia, atas kehidupan sosialnya, batas – batas kemampuan kebebasan, ke-kuasaan terhadap dirinya yang dimiliki oleh watak manusia sebagai keutuhan factor – factor tertentu yang ditetepkan oleh keturunannya, batas – batas yang di tentukan oleh lingkungan dan pendidikannya terhadap kebebasannya atas keterikatan yang menjadi pembawaan hidup dalam suatu masyarakat dan yang terwujud dalam kewajibannya terhadap alam dan sesama manusia.
Namun menurut J. Van Baal, istilah ethnologi ini tidak mendapat tempat yang tepat da-lam bahasa inggris dan Amerika kecuali dengan arti yang sekarang ini disebut ethno-history, yaitu sejarah bangsa – bangsa, atau lebih luas lagi sejarah meluasnya kebudayaan dan unsur – unsur budaya keseluruh dunia. Karena itu seperti EB. Taylor sering menggunakan istilah eth-nologi ini dengan ethnography, yang ( secara harfiahnya berasal dari kata ethnor, bangsa dan graphein; menulis berarti pelukisan bangsa – bangsa )

B. Signifikasi Antropologi Sebagai Pendekatan Studi Islam
Pendekatan antropologi dalam memahami pendekatan agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud dalam masyarakat. Melalui pendeka-tan ini agama Nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabanya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan dawam ra-hardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung bahkan sifatnya partisifatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sipatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif seba-gaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropolis yang induktif dan grounded, yaitu turun kelapangan tanpa berpijak pada atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori pormal yang pada dasarnya sangat abstrak se-bagaimana yang dilakukan dibidang sosiologis dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis banyak juga memberi sumbangan kepada peneliti hustoris.
Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif dan antara kepercayaan. Agama dan kondisi ekomoni dan politik. Golongan masyarakat yang kurang mampu dan golongan miskin pada umumnya, lebih tertarik pada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat mesrani, yang menjanjikan perubahan tatnan social kemasyarakatan. Sedangakan golongan orang kaya yang lebih cendrung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya. Karllmarx (1818-1883 ) sebagai contoh melihat agama sebagai opium atau candu masyarakat tertentu sehingga mendorongnya utuk memperkenalkan teori komflik atau yang biasa disebut dengan teori pertentangan kelas. Menurutnya agama bisa dis-alah fungsikan oleh kalangan tertentu untuk melestarikan status quo peran tokoh-tokoh agama yang mendukung kapitalisme dieropa yang beragama Kristen. Lainhalnya max weber (1964-1920) dia melihat adanya polerasi positif antara ajaran protestan dengan munculnya semangan kapitalisme modern. Etika protestan dilihatnya sebagai cikal-bakal etos kerja masyarakat indus-rti modern yang kapitalistrik cara pandang weber ini kemudia diretuskan oleh Roberth Nbellah dalam kerjanya derewijjen of tokugawa. Yakni semacam campuran antara ajaran agama budha dan sinto pada era pemerintahan meiji dengan semangat etos orang jepang modern. Tidak ket-inggalan, seorang yahudi kelahiran paris, maximt rodinson dalkam bukunya islam and capital-ism menganggap bahwa ekonomi islam itu lebih dekat kepada system kapitalisme, atau se-kurang-kurangnya tidak mengharamkan prinsip- prinsip dasar kapitalisme.
Melalui pendekatan antropologis sebagaimana tersebut di atas,kita melihat bahwa agama tern-yata berkororasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat.Dalam hu-bungan ini,maka jika kita ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka da-pat dilakukan dengan mengubah pandangan keagamaan.
Selanjutnya melalui pendekatan antropologis ini kita dapat melihat agama dalam hubungan dan mekanisme keorganisasian juga tidak kalah menarik untuk diketahui oleh para peneliti sosial keagamaan.kasus di Indonesia peneliti ELIFFORD GREETZ dalam karyanya the religion of ja-va,dapat dijadikan contoh yang baik dalam bidang ini.Geertz melihat adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat muslim di jawa,antara santri,priyayai dan abangan. Sungguhpun hasil peneli-tian antropologis di jawa timur ini mendapat sanggahan dari berbagai ilmuwan sosial yang lain,namun konstruksi statifikasi sosial yang dikemukakannya cukup membuat orang berfikir ulang untuk mengecek ulang keabsahanya.
Melalui pendekatan antropologis fenomenologis ini kita juga dapat melihat hubungan antara agama dan Negara (state and religion).Topik ini juga tidak pernah kering dikupas oleh para pe-neliti. Akan selalu menarik melihat penomena negara agama, seperti Vatikan dalam bandin-gannya dengan negara – negara sekuler di sekelilingnya di Eropa Barat. Juga melihat ken-yataan Negara Turki modern mayoritas penduduknya beragama islam, tetapi konstitusi nega-ranya menyebut sekuralisme sebagai prinsip dasar kenegaraan yang tidak dapat ditawar – tawar. Belum lagi meneliti dan membandingkan Kerajaan Saudi Arabia dan negara Rebuplik Iran yang berdasarkaan Islam. Orang yang bertanya apa sebenarnya yang menyebabkan kedua sistem pemerintahan tersebut sangat berbeda, yaitu kerajaan dan republik, tetapi sama – sama menyatakan islam sebagai asas tunggalnya. Belum lagi jika dibandingkan dengan Negara kesatuan Republik Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
Selanjutnya, melelui pendekatan antropologis ini juga dapat ditemukan keterkaitan agama den-gan psikoterapi. Sigmun Freud ( 1856 – 1939 ) pernah mengaitkan agama dengan Oedipus Complex, yakni pengalaman infantil seorang anak yang tidak berdaya di hadapan kekuatan dan kekuasaan Bapaknya. Agama dinilainya sebagai neurosis. Dalam psikoanalisanya, dia men-gungkapkan hubungan antara id, ego dan superego. Meskipun hasil penelitian Freud berakhir dengan kurang simpati terhadap realita keberagamaan manusia, tetapi temuannya ini cukup member peringatan terhadap beberapa kasus keberagamaan tertentu yang lebih terkait den-gan patokologi sosial maupun kejiwaan. Jika Freud oleh beberapa kalangan dilihat terlalu mi-nor melihat fenomena keberagamaan manusia, lain halnya dengan psikoanalisis yang dikemu-kakan C.G.Jung. Jung malah menemukan hasil temuan psikoanalisanya yang berbalik arah dari apa yang ditemukan oleh Feud. Menurutnya,ada korelasi yang sangat positif antara agama dan kesehatan mental.
Melalui pendekatan antropologis sebagaimana tersebut di atas terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat ak-rab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.
Pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibi-carakan agama bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis.Dalam AL-Karim, sebagai sumber utama ajaran Islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, Kisah Ashabul Khafi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari tiga ratus dua tahun lamanya. Di mana kira – kira bangkai Kapal Nabi Nuh itu ; dan bagaimana pula bisa terjadi hal yang menakjubkan itu ; ataukah hal yang demikian merupakan kisah fiktik. Tentu masih banyak lagi contoh lain yang hanya dapat dijelaskan dengan bantuan ahli geografi dan arkeologi.
Dengan demikian, pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena ajaran agama tersebut terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat ban-tuan ilmu antropologi dengan cabang – cabangnya.
• Pendekatan Antropologis-Ethnologis
Essai ini menyajikan pendekatan Anthropologis –Ethnologis dalam studi islam. Seperti pendekatan sejarah, pendekatan ini bersifat empiris dan memandang agama segala fenomena sosial yang dapat diamati secara langsung dalam jehidupan nyata. Pendekatan ini dalam dunia islam telah di laksanakan oleh beberapa ilmuan seperti Ibn Khaldun dan al-Biruni jauh sebelum abd Renaisannce di Barat. Namun penggunaan dan kajian sistematis pendekatan ini. Khususnya dalam studi seperti Emile Durkeim ( 1859 – 1917 ) atau yang konfrontatif dengan A.A. Goldenweiser,Willhem Schmdt dan Sharles H. long, atau juga seperti Levy Bruhl ( 1857 – 1939 ) dan sebagainya.
Sasaran pendekatan ini adalah manusia dri segi budayanya, yang sangat kompleks dan berjalin – jalin seperti disebut Clifford Geertz jalinan budaya ini sedemikian rupa hingga manusia terperangkap dalam anyaman makna budaya yang dirajutnya sendiri.
Essai ini mengedepankan bagaimana pendekatan ini dipakai dalam studi islam seperti telah berkembang jauh sebelum tokoh – tokoh Barat itu lahir. Di akhir tulisan ini juga akan disajikan kontribusi dan singnifikasi pendekatan ini bagi umat islam secara keseluruhan.
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agana dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkem-bang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan ma-salah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawanannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif.
Penelitian antropologi yang Grounded Research, yakni penelitian yang penelitinya terlibay da-lam kehidupan masyarakat yang ditelitinya. Seorang peneliti datang ke lapangan tanpa ada prakonsepsi apapun terhadap fenomena keagamaan yang akan diamatinya. Fenomena-fenomena tersebut selanjutnya diinterpretasi dengan menggunakan kerangka teori tertentu. Mi-salnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Geetz tentang struktur-struktur sosial di Jawa yang berlainan.

Struktur-struktur sosial yang di maksud adalah Abangan (yang intinya berpusat dipedesaan), santri (yang intinya berpusat di tempat perdagangan atau pasar), dan priyayi (yang intinya ber-pusat di kantor pemerintahan, dikota). Adanya tiga struktur sosial yang berlainan ini menunjuk-kan bahwa dibalik kesan yang didapat dari pernyataan bahwa penduduk Mojokuto itu sembilan puluh persen beragama Islam. Tiga lingkungan yang berbeda itu berkaitan dengan masuknya agama serta peradaban Hindu dan Islam di Jawa yang telah mewujudkan adanya Abangan yang menekankan pentingnya spek-aspek animistik, santri yang menekankan pentingnya as-pek-aspek Islam dan priyayi yang menekankan aspek-aspek Hindu.
Berdasarkan deskripsi tersebut, dapat diketahui bahwa model penelitian yang dilakukan Geertz adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif.

C. Perkembangan Pendekatan Anthropologi
Untuk menyebut perkembangan yang lebih sistematis dalam disiplin anthropolgi dalam islam tentu Akbar S. Ahmed tidak dapat dilupakan sebagai tokoh yang selalu intens melakukan investigasi anthropologis. Tulisannya yang cukup mengesankan Towed Islamic anthropologi merupakan investigasinya cemerlang. Di bagian akhir tulisannya ini, ia memberikan rekomen-dasi yang berharga dan perlu dilaksanakan, antara lain (1) sosiologi kecemerlangan masa Mu-hammad hendaknya dipersiapkan dan di publikasikan secara luas, (2) teks book anthropologi yang standar harus disusun, (3) monograpf anthropologi suatu wilayah islam mesti di produksi dan didistribusikan ke wilayah lainnya, (4) para anthropologi muslim semestinya langsung meli-hat ke wilayah lain dimana ia akan mengadakan penelitian, (5) perlunya dibedakan kategori so-siologi dan anthropologi agar diperoleh pemahaman yang lebih menarik, (6) orientasi studi an-thropologi secara praktis perlu disusun dalam kerangka yang memadai, dan (7) berbagai karya anthropologi dan enthnoraphi Islam mesti diskomplikasi agar lebih mudah dalam mengapresias-inya.
Menurut Ahmed tokoh – tokoh anthropologi dalam dunia islam tumbuh dengan sangat mengesankan, jauh sebelum Barat ( western anthropologi seperti Kal Max, Max Weber, Vil-predo Pareto dan Ernest Gelner ) muncul seperti Abu Rayhan Muhammad Ibn Ahmad al-Buruni al-Khawarizmi (W . 1048 ), Waliyuddin Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Bakar Muhammad ibn al-Hasan ibn Khaldum ( w. 1406 ) dan juga Ibn Batutah. Karya – karya mereka cukup cemerlang untuk dikembangkan.
Tokoh – tokoh belakangan abad 20 ini dalam penelitian mereka ini yang bersifat anthro-pologis seperti Edward Said, selainya bukunya Orientalist, juga menerbitkan Cultur and Imperi-alism, atau juga Bassam Tibi, yang menerbitkan The Crisis of Modren Islam; A Pre Industrial Culture in the Sceintific Technological Age, dan beberapa tokoh lainnya.
Fenomena agama adalah fenomena universal manusia. Selama ini belum ada laporan penelitian dan ka-jian yang menyatakan bahwa ada sebuah masyarakat yang tidak mempunyai konsep tentang agama. Walaupun peristiwa perubahan sosial telah mengubah orientasi dan makna agama, hal itu tidak berhasil meniadakan eksistensi agama dalam masyarakat. Sehingga kajian tentang agama selalu akan terus ber-kembang dan menjadi kajian yang penting. Karena sifat universalitas agama dalam masyarakat, maka kajian tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama sebagai salah satu faktornya. Ser-ingkali kajian tentang politik, ekonomi dan perubahan sosial dalam suatu masyarakat melupakan ke-beradaan agama sebagai salah satu faktor determinan. Tidak mengherankan jika hasil kajiannya tidak dapat menggambarkan realitas sosial yang lebih lengkap.

Pernyataan bahwa agama adalah suatu fenomena abadi di dalam di sisi lain juga memberikan gambaran bahwa keberadaan agama tidak lepas dari pengaruh realitas di sekelilingnya. Seringkali praktik-praktik keagamaan pada suatu masyarakat dikembangkan dari doktrin ajaran agama dan kemudian disesuaikan dengan lingkungan budaya. Pertemuan antara doktrin agama dan realitas budaya terlihat sangat jelas dalam praktik ritual agama. Dalam Islam, misalnya saja perayaan Idul Fitri di Indonesia yang dirayakan dengan tradisi sungkeman-bersilaturahmi kepada yang lebih tua-adalah sebuah bukti dari keterpautan antara nilai agama dan kebudayaan. Pertautan antara agama dan realitas budaya dimungkinkan terjadi karena agama tidak berada dalam realitas yang vakum-selalu original. Mengingkari keterpautan agama dengan realitas budaya berarti mengingkari realitas agama sendiri yang selalu berhubungan dengan ma-nusia, yang pasti dilingkari oleh budayanya.
Kenyataan yang demikian itu juga memberikan arti bahwa perkembangan agama dalam sebuah masya-rakat-baik dalam wacana dan praktis sosialnya-menunjukkan adanya unsur konstruksi manusia. Walau-pun tentu pernyataan ini tidak berarti bahwa agama semata-mata ciptaan manusia, melainkan hubun-gan yang tidak bisa dielakkan antara konstruksi Tuhan-seperti yang tercermin dalam kitab-kitab suci-dan konstruksi manusia-terjemahan dan interpretasi dari nilai-nilai suci agama yang direpresentasikan pada praktek ritual keagamaan. Pada saat manusia melakukan interpretasi terhadap ajaran agama, maka me-reka dipengaruhi oleh lingkungan budaya-primordial-yang telah melekat di dalam dirinya. Hal ini dapat menjelaskan kenapa interpretasi terhadap ajaran agama berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Kajian komparatif Islam di Indonesia dan Maroko yang dilakukan oleh Clifford Geertz misalnya membuktikan adanya pengaruh budaya dalam memahami Islam. Di Indonesia Islam menjelma menjadi suatu agama yang sinkretik, sementara di Maroko Islam mempunyai sifat yang agresif dan penuh gairah. Perbedaan manifestasi agama itu menunjukkan betapa realitas agama sangat dipengaruhi oleh lingkun-gan budaya.
Perdebatan dan perselisihan dalam masyarakat Islam sesungguhnya adalah perbedaan dalam masalah interpretasi, dan merupakan gambaran dari pencarian bentuk pengamalan agama yang sesuai dengan kontek budaya dan sosial. Misalnya dalam menilai persoalan-persoalan tentang hubungan politik dan agama yang dikaitkan dengan persoalan kekuasaan dan suksesi kepemimpinan, adalah persoalan kese-harian manusia-dalam hal ini masalah interpretasi agama dan penggunaan simbol-simbol agama untuk kepentingan kehidupan manusia. Tentu saja peran dan makna agama akan beragam sesuai dengan ker-agaman masalah sosialnya.
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen antropology akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting un-tuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya. Nurcholish Madjid mengung-kapkan bahwa pendekatan antropologis sangat penting untuk memahami agama Islam, karena konsep manusia sebagai ‘khalifah’ (wakil Tuhan) di bumi, misalnya, merupakan simbol akan pentingnya posisi manusia dalam Islam.
Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami ma-nusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya. Pergumulan dalam kehidupan kemanu-siaan pada dasarnya adalah pergumulan keagamaannya. Para antropolog menjelaskan keberadaan aga-ma dalam kehidupan manusia dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai ‘common sense’ dan ‘religious atau mystical event.’ Dalam satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar mau-pun teknologi.

D. Sejarah perkembangan Antropologi
Antropologi mulai berkembang ketika orang-orang Eropa melakukan penjajahan dan men-datangi penduduk pribumi dibenua Afrika, Asia dan Amerika pada akhir abad ke-15 dan permu-laan abad ke-16
 Pada fase pertama (pertama sebelum 1800) Dari penjajahan ini, membuat mere-ka tertarik untuk mendiskipsikan suku-suku dan penduduk pribumi setempat, yakni menyangkut ; adat-istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan cirri-ciri fisik. Deskipsi-deskripsi yang dilakukan itu disebut bahwa etnografi (bahasa).
 Pada fase kedua ( pertengahan abad ke-19) mulailah timbul tulisan-tulisan (es-say) oarng Eropa menyangkut masyarakat dan kebudayaan manusia yang me-reka datangi tersebut. Terjadinya evolusi selama ribuan tahun; bentuk-bentuk masyarakat dan kebudayaan manusia yang tertinggi menurut mereka adalah bentuk yang ditampilkan seperti orang-orang Barat. Selain itu (diluar Barat) me-reka ), dimenyebutnya sebagai bangsa primitive dengan tingkat kebudayaan yang sangat rendah.
 Pada fase ketiga ( permulaan abad ke-20) ditandai dengan merancapnya imperi-alism (Negara Eropa) terhadap Negara-negara Asia,Afrika dan Amerika Latin. Pada fase ini antropologi sangat berguna untuk mempelajari bangsa-bangsa dan daerah-daerah diluar Eropa dengan tujuan praktis, yakni”mempelajari masyara-kat dan kebudayaan suku-suku bangsa diluar Eropa guna kepentingan pemerin-tah colonial dab guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks”.
 Pada fase keempat (setelah tahun 1930), dengan bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti serta ketajaman metode ilmiyahnya. Tujuan antopologi pada fase ini mengalami perubahan paradigm. Koentjaraningrat mengatakan secara aka-demmial, antropologi bertujuan untuk mencapai pengertian tentang makhluk ma-nusia pada umumnya dengan mempelajari warna bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya, sedangkan tujuan praktisnya yaitu mempelajari manusia dalam aneka warna masyarakat suku bangsa guna membangun masyarkat suku bangsa itu.


KESIMPULAN
Antropologis adalah studi tentang manusia dari segi budaya. Studi ini lebih spesifik pada penomena kebudayaan suatu masyarakat sebagai sesuatu yang unik ditengah keragaman co-rak budaya masyarakat yang berbeda-beda.
Pendekatan Antropologis dalam memahami pendekatan agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama Nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi ma-nusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabanya.
Pendekatan Anthropologis –Ethnologis dalam studi islam. Seperti pendekatan sejarah, pendekatan ini bersifat empiris dan memandang agama segala fenomena sosial yang dapat diamati secara langsung dalam kehidupan nyata.
Antropologi mulai berkembang ketika orang-orang Eropa melakukan penjajahan dan mendatangi penduduk pribumi dibenua Afrika, Asia dan Amerika pada akhir abad ke-15 dan permulaan abad ke-16.

Ji'alah

B. JI’ALAH (SAYEMBARA)
1. Pengertian Ji’alah
Menurut bahasa Ji’alah artinya upah atau pemberian. Menurut istilah artinya upah yang diberikan kepada seseorang atas keberhasilannya dalam memenuhi keinginan pemberi upah. Contohnya : seorang yang kehilangan kuda, dia berkata : barang siapa yang mendapatkan kudaku dan dia kembalikan kuda itu, maka aku berikan upah sekian.
2. Hukum Ji’alah
Ji’alah hukumnya mubah (Boleh), dasar hukumnya bermula dari Firman Allah SWT. :
قَالُوُا نَفْقِدُصُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَبِهِ حِمْلٌ بَعِيْرٍوَأَنَابِهِ زَعِيْمٌ
“Penyeru-penyeru itu berkata :”Kami kehilangan Piala Raja dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan akan menjanjikan terhadapnya“ (QS. Yusuf : 72).
3. Rukun dan Syarat Ji’alah
a. Lafazd (akad) Ji’alah, dengan syarat :
1). Lafazd dapat dimengerti isi dan maksudnya.
2). Mengandung izin untuk melakukan apa yang diharapkan oleh pembuat lafazd.
3). Ada batas tertentu dalam melakukan sayembara.
b. Orang yang menjanjikan upah, syaratnya :
1). Orang yang punya hak memberikan sayembara.
2). Orang yang dibenarkan secara hukum menyelenggarakan sayembara.
c. Pekerjaan (sesuatun yang harus dilakukan), syaratnya :
1). Pekerjaan itu memungkinkan untuk dilakukan oleh manusia.
2). Pekerjaan itu adalah pekerjaan yang tidak mengandung unsur maksiat.
d. Upah, syaratnya diketahui terlebih dahulu sebelum pekerjaan itu dilaksanakan.
4. Hikmah Ji’alah
1). Memacu prestasi dalam suatu bidang yang disayembarakan (dilombakan) ;
2). Menumbuhkan sikap saling tolong menolong antar sesama manusia ;
3). Adanya penghargaan terhadap suatu prestasi dari pekerjaan yang dilaksanakan.

memelihara silaturrahim

BAB I
PENDAHULUAN

Motivasi merupakan suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi suatu perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi suatu kebutuhan dalam mencapai satu tujuan. Motivasi sangatlah kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena, tanpa ada motivasi tentu saja kehidupan kita tidaklah maju seperti sekarang ini. Motivasi merupakan upaya memelihara semangat dalam diri. Motivasi juga merupakan sebagai pendorong dan perangsang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugasnya dengan rasa kesadaran. Dengan demikian kita dapat melakukan kegiatan untuk meningkatkan kegairahan, disiplin, kesejahteraan, prestasi, moral kerja, tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepada kita.
Emosi merupakan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif. Dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia tidak luput dari perasaan emosi. Perasaabn sangatlah erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa kita yang lainnya. Oleh sebab itu, tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain terhadap hal yang sama. Ini terjadi karena perasaan orang menangapi sesuatu tidaklah sama.







BAB II
PEMBAHASAN
MOTIVASI DAN EMOSI
A. Motivasi
1. Defenisi Motivasi
Kata motivasi berasal dari bahasa latin “ movere “ yang berarti “ bergerak “ yang dimaksudkan sebagai “bergerak untuk maju “. Motivasi dalam konteks organisasi dijelaskan Hasibuan ( 1991 : 183 ) : sebagai suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan para pegawai sekaligus tercapainya tujuan organisasi.
Siagian ( 1980 : 128 ) mengartikan motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemkikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efesien dan ekonomis.
2. Beberapa Perspektif Motivasi
Dalam masalah motivasi ada istilah yang hampir sama (identik) pengepresiannya yaitu Motivasi devrives,needs. Menurut Filmore, Sanforel, Motivasi akar katanya adalah motif, sehingga motivasi diartikan sebagai berikut :
Motivasi yaitu suatu kondisi ( kekuatan / dorongan ) yang menggerakkan organisasi
( individu ) untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan dari tingkat tertentu, atau dengan kata lain motif itu yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu itu berbuat, bertindak atau bertingkahlaku.
Drives memiliki arti motivasi sebagai dorongan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar yang bersifat biologis seperti makan, minum ,bernafas dll. Sedangkan needs adalah dorongan yang berhubungan dengan kebutuhan biologis apabila individu merasa adanya kekurangan . misalnya kebutuhan individu terhadap kalori.
Sidmund Freud seorang sarjana psikologis mengartikan motivasi berdasarkan instink. Menurut Freud, seseorang bertingkahlaku menurut dua macam dorongan, yaitu dorongan instink untuk hidup dan dorongan untuk mati. Dorongan instnik yang hidup mendorongnya untuk mencintai dan menciptakan, sedangkan dorongan instink untuk mati, untuk membenci dan menghancurkan.
3. Teori-Teori Motivasi
a. Teori Evolusi

Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.

Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan ini. Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam. Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris: Genetic Drift) merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru.[4] Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi secara perlahan ini.
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu ke waktu.
Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam. Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah. Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel, membentuk sintesis evolusi modern, yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi.
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.
b. Teori Instink
Instink adalah suatu disposisi ( kecenderungan ) yang ditentukan secara genetis untuk berprilaku dengan cara tertentu bila dihadapkan pada rangsang-rangsang tertentu. Teori instink banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin ( 1809-1882 ) dan teori prilaku dari William James ( 1842-1910 ). William James beranggapan bahwa sebagian besar prilaku manusia ditentukan oleh instink. Ia bahkan berpendapat bahwa prilaku yang dibawa sejak lahir ( inborn behavior ) pada manusia lebih banyak dari pada binatang.
Teori instink pada tahun 1880 William James mengemukakan teori tentang hubungan antara stimulus emosional dengan responnya. Menurut James responnya itu bersifat instinktif perasaan, sensasi dan tingkah laku emosional itu merupakan reaksi-reaksi bawah terhadap stimulus tertentu. James mengumpulkan daftar stimulus yang terjadi membangkitkan emosi. Takut misalnya: dianggap sebagai reaksi bawaan terhadap suara-suara gaduh, orang-orang yang belum dikenal, binatang-binatang asing, sendirian, gelap dan tempat-tempat yang tinggi.
Teori instink pertama kali dikemukakan oleh William MC Dougall ( 1871-1938 ) yang membagi instink manusia menjadi sepuluh, lalu dirinci lagi menjadi 18. Meskipun demikian, tidak berarti teori motivasi yang mendasarkan diri pada instink lalu menjadi pupus. Akhir-akhir ini banyak study yang dilakukan oleh etholog ( ahli prilaku binatang ) , seperti Konrad Lorenz ( 1903 ) yang terkenal dengan bukunya On Agression, menunjukkan bahwa prilaku manusia, seperti prilku binatang, masih menunjukkan adanya pengaruh prilaku yang dibawa sejak lahir ( mereka manyebutnya fixed-action pattern ). Prilaku agresif misallnya pada manusia pun menunjukkan adanya pengaruh pola-pola prilaku yang sudah ditetapkan sejak lahir.
Reflex adalah respon yang otomatis, tidak dipelajari dan bersifat muskuler. Reflex biasanya terdiri dari gerakan-gerakan untuk melindungi badan terhadap luka. Dengan bekal reflex ini pula binatang dapat tetap hidup.
c. Teori Genetik





d. Teori Homeostatis
Homeostatis dapat didefenisikan sebagai proses suatu keadaan internal yang konstan tersusun dalam organisme. Contoh, berkeringat merupakan bagian mekanisme yang cenderung memantapkan suatu tingkat oksigen dan karbondioksida yang tetap dilarutan darah.
Tingkah laku dapat digolongkan sebagai homeostatic hanya jika pengaruhnya adalah menteraturkan ling internal membetulkan penyimpanan dari sejumlah level titik nol / normal dan tingkah laku seksual sejauh kita ketahui tidaklah demikian halnya. Proses-proses homeostatic merupakan sesuatu yang memelihara internal environment. Hal-hal itu meliputi bernafas, berkeringat / menggigil, makan dan minum.
Dengan demikian, motivasi mungkin saja secara biologis, primitive dan amat bertenaga kuat tanpa harus berwujud homeostatic.
Homeo statis terdiri dari dua teori yakni teori Drive dan teori Arousal:
• Teori Drive
Teori drive didasarkan atas determinan-determinan yang sifatnya biologis. Teori ini dipelopori oleh Clark Leonard Hull ( 1884-1925 ) berpendapat bahwa bila tubuh organism kekurangan zat tertentu seperti, lapar dan haus maka akan timbul sesuatu kebutuhan yang mnciptakan ketegangan dalam tubuh ( tension ). Ketegangan ini berupa aktivitas neural (eksitasi) yang meningkat,makin hebat bila kebutuhan tidak segera dipenuhi. Keadaan ini akan mendorong (driving state ). Organisme untuk menghilangkan ketegangan ,atau mengembalikan keseimbangan dalanm tubuh. Keadaan keseimbangan itu disebut homeo statis,yaitu keadaan tampa ketegangan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa organisme bertindak /berprilaku tidak semata-semata untuk mencapai homeo statis. Misalnya karena tingkah laku itu menghasilkan pengalaman yang menyenangkan atau karena organisme memang berprilaku untuk mencari ketegangan ( ngebut,nonton flim horor dll ).
• Teori Arousal
Teori Arousal yang pelopori oleh Elizabeth Duffy dan kawan-kawan mempunyai pendapat tentang Homeostatis yang berneda dari teori Drive. Menurut mereka, organisme tidak selalu berusaha menghilangkan ketegangan, tetapi justru sebaliknya organism sering kali berusaha meningkatkan ketegangan dalam dirinya. Homeostatis menurut teori ini adalah sustu keadaan tegangan optimum, yaitu tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi.

e. Perspektif Kognitif
Apabila perkembangan teori motivasi disimak dengan teliti akan terlihat bahwa para ilmuan yang mendalami motivasi menggunakan asumsi bahwa faktor-faktor motivasional yang bersifat ekstrinsik tidak mempengaruhi faktor-faktor motivasi instrinsik.
Akan tetapi pada tahun 80-an berlangsung berbagai penelitian yang menghasilkan pendapat ( teori ) bahwa anggapan yang berlaku pada waktu itu dirasakan tidak benar. Artinya, penemuan dari berbagai hasil penelitian itu mengatakan bahwa ada hubungan antara faktor-faktor motivasional yang instrinsik dengan faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik. Teori ini dikanal dengan istilah “ Evolusi Kognitif “.
Salah seorang pelopor yang mendalami teori motivasi adalah Abraham H. maslow yang berkarya sebagai ilmuan dan melakukan usahanya pada pertengahan dasawarsa 40-an. Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh moslow berintikan pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada 3 kebutuhan yaitu :
 Kebutuhan Fisiologis
Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis aialah kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan da perumahan. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya.
 Kebutuhan Akan keamanan
Kebutuhan akan kemanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik, meskipin hal ini merupakan aspek yang sangat penting, akan tetapi kemanan yang bersifatpsikologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan seseorang, misalnya keseimbangan kejiwaan seseorang akan terganggu apabila dia ditegur oleh atasannya dihadapan orang banyak, sehingga dia mengakibatkannya “ kehilangan muka “.
 Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial tercermin dalam 4 bentuk perasaan :
 Perasaan diterima oleh orang laindengan siapa ia bergauldan berinteraksi dalam berorganisasi.
 Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan sangat berlebihan dan kekurangan.
 Kebutuhan akan perasaan maju.
Dapat dinyatakan secara kategorial bahwa pada umumnya manusia tidak senang apabila menghadapi kegagalan.
 Kebutuhan akan diikut sertakan.
 Klasifikasi Kebutuhan Manusia
Pemahaman yang tepat tentang motivasi dikaitkan dengan pemuasan kebutuhan manusia menjadi lebih sukar dan rumit karena paling empat alasan yaitu :
 Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, termasuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
 Dalam tindak tanduknya, manusia tidak selalu menunjukkan prilaku yang konsisten, bukan hanya karena faktor – faktor lingkungan yang selalu berubah, akan tetapi karena reaksi seseorang terhadap situasi tertentu bisa berbeda dari satu saat ke saat yang lain.
 Hubungan antara Variabel – Variabel motif yaitu kebutuhan dorongan dan tujuan bukanlah hubungan yang sederhana karena intensitas hubungan itu berbeda antara seseorang dengan orang yamg lain.
 Ternyata kebutuhan manusia merupakan hal yang sangat kompleks sehingga tidak selalu mudah menganalisisnya.

f. Perspektif Sikodinamik dan Humanistik

4. Motivasi Sosial
a. Faktor-faktor Motivasi
Faktor-faktor yang ada dalam motivasi dijelaskan Sukarna ( 1977:53 ) sebagai berikut:
• Kebutuhan-kebutuhan manusia ( human want’s )
• Kebutuhan hubungan ( communications )
• Kepemimpinan ( leadership )
• Perangsang ( respond )
• Sikap dan semangat
• Disiplin

b. Motivasi Berprestasi
Konsep ini mula-mula dikemukakan oleh Henry Murray ( 1893 ) dalam bukunya Eksplorations in Personality. Beliau membagi kebutuhan-kebutuhan manusia ke dalam manusia ke dalam 17 kategori. Di antara adalah kebutuhan untuk berprestasi.
Kebutuhan berprestasi tercermin dari prilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standar keunggulan. Orang seperti ini menyukai tugas-tugas yang menantang, tanggung jawab pribadi, dan terbuka untuk umpan balik guna memperbaiki berprestasi inovatif-kreatifnya.


B. EMOSI
1. Defenisi Emosi
Defenisi emosi itu bermacam-macam, seperti “ keadaan bergejolak dan gangguan keseimbangan “. Respon kuat tak beraturan terhadap stimulus. Ada satu hal yang sama yaitu bahwa setiap defenisi tersebut keadaan emosional itu menunjukkan penyimpangan dari keadaan yang normal. Keadaan yang normal adalah keadaan yang tenang atau keadaan seimbang fisik dan sosial.
Dalam usaha memberikan gambaran, pengertian emosi dikemukakan beberapa ciri-ciri penting, yaitu:
a. Suatu keadaan yang muncul dari organisme individu.
b. Meliputi perubahan fisiologis, gerak-gerik, dll.
c. Ditimbulkan oleh suatu pengalamanan sadar yang mempengaruhi kegiatan jasmani menghasilkan penginderaan organis yang Nampak.
d. Mengandung suasana perasaan yang kuat.
Jadi, dapat disimpulkan dari berbagai cirinya, emosi adalah pengalaman sadar organisme terhadap rangsang-rangsang yang kompleks dan efektif ( mempunyai arti pribadi bagi dan meliputi unsur-unsur perasaan ) dan mengekspresikan diri dalam tingkah laku menampak.
2. Hakikat Emosi
Pada hakikatnya emosi ( emotion ) tidak terhitung banyaknya : kegembiraan, kesedihan, keriangan, cinta, benci, marah, takut, cemas, kesemuanya barulah sebagian kecil dan masing-masing dapat dialami dalam taraf yang berbeda-beda, sejak dari yang ringan hingga yang extreme. Ada yang dikatakan sebgai yang positif dan negative dan hamper semua orang mencari perasaan emosional yang positif serta berusaha menolak perasaan yang negative.
3. Teori-Teori Emosi
 Teori Mandler
Mandler menjelaskan bahwa emosi terjadi pada saat sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan didalam mencapai sesuatu tujuan tertentu. Ia menamakannya sebagai teori interupsif. Adalah interupsi pada saat permasalahan seperti inilah yang menyebabkan kebangkitan mengalami pengalaman emosional. Sistem saraf autonomic pada beberapa orang lebih responsip terhadap interupsi. Keuntungan dari adanya kebangkitan pada orang diartikan bahwa orang dapat memperlihatkan perubahan emosi secara extreme, misalnya bergembira dan bergairah.

Bagaimana kita merasakan emosi.







Mandler mnegemukakan bahwa, kita mendapat motivasi untuk mencapai apa yang dikatakannya sebagai dorongan keinginan autonomic ( autonomic jag ). Dan ini merupakan satu faktor yang membuat kita berubah dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain. Hamper semua orang dapat menerima berbagai dorongan keinginan autonomic dari interaksi sosial sehari-hari namun beberapa orang lainnya seperti tidak responsive sistem saraf. Autonomiknya sehingga hanya dapat dinmunculkan keinginannya. Apabila mereka ditempatkan pada kedudukan yang sangat membahayakan. Orang-orang ini rupanya berperangai sangat tenang dan dikuasai oleh emosi, kiranya tidak ada sesuatupun yang dapat mengganggu mereka, namun mereka mungkin akan memperlihatkan perbuatan-perbuatan yang benar-benar sangat kejam kalau menerima dorongan keinginan autonomic yang bertaraf sama dengan yang kita terima. Sekalipun dorongan keinginan tersebut bagi kita tidak dipermasalahkan. Orang-orang tersebut terkadang disebut psikopat (psychopath ) atau sisiopat ( sociopath ), kelihatannya tidak merasa bersalah berbuat seperti itu.

 Teori-Teori Emosi Secara Historis
Secara historis terdapat berbagai teori yang saling bertentangan mengenai peranan sistem saraf autonomic didalam emosi. James dan Lange menyatakan bahwa perubahan fisiologis disebabkan oleh aktivitas sisitem saraf autonomic yang berlangsung terhadap dirasakannya emosi.
 Teori Emosi Oleh James Lange
Pada tahun 1884, William James mengemukakan pendapat bahw areaksi perbuatan dan perubahan-perubahan jasmaniah itu mendahului timbulnya reaksi perasaaan. Orang melihat harimau sesudah itu karena lari dan naiknya tekanan darah orang merasa takut. Hal ini lalu dikenal dengan teori james lange sebab seorang pshykolog Denmark bernama Karl Lange mempunyai gagasan yang sama pada waktu yang hamper bersamaan dengan William James. Jadi, perasaan emosional itu tidak bergantung pada sensasi-sensasi yang diterimanya dari dalam tubuh, perasaan mendahului aspek-aspek lain dari emosi, misalnya : seseorang merasa tertekan, lalu mungkin bunuh diri atau melakukan perbutan-perbuatan yang lain yang membahayakan atau bersifat kompensatoris. Kalau ditetrapkan pada teori James Lange akan berarti bahwa orang akan merasa tertekan setelah melakukan bunuh diri.
Apektivita pshykology member nama afektivitas kepada dimensi perasaan yang dua ujungnya berupa senang atau tidak senang. Bagaimana kita menetapkan kekuatan afektiv bergantung pada keadaan organic kita. Anak yang lapar akan menilai tinggi seteguk air susu, sedangkan anak yang kenyang menilainya lebih rendah.
Keadaan – keadaan affektif kesan-kesan sensoris juga bermacam-macam sesuai dengan berulang-ulang dan intensitas stimulus. Lagu yang selalu diulang-ulang akan tidak lagi menimbulkan kesan yang positif. Air yang sedikit asin memberi kesan netral atau sedikit menyenangkan, air yang lebih asin member kesan menyenangkan tetapi air yang sangat mengasinkan member kesan tidak menyenangkan kekuatan affektif yerasaan. Tidak ada perasaan emosional yang mempunyai kekuatan affektif yang tetap. Marah misalnya, kadang menyenangkan kadang tidak. Demikian juga tidak ada kesan sensoris yang mesti menimbulkan perasaan emosional tertentu. Perasaan tidak bergantung pada sensasi, juga tidak pada persepsi tetapi pada konsepsi.
Emosi adalah reaksi terhadap situasi total pada satu saat, karena itu kekuatan affektif perasaan emosional bergantung pada seluruh stimulus dan bukan hanya pada kekuatan affektifnya.



 Teori Emosi Dari W. Cannon



Cannon berpendapat bahwa perubahan fisiologis benar-benar menyiapkan seseorang untuk bertindak dan tidak memainkan bagian apapun didalam merasakan emosi.
Teori yang berlaku sekarang mengakui peranan sistem saraf autonomic, baik didalam menentukan dirasakannya emosi maupun sampai seberapa jauh sistem saraf tersebut bertanggung jawab didalam memastikan kapasitor badan pada mereaksikan keadaan yang mengancam. Agaknya, pemikiran yang terakhir ini merupakan modifikasi dari teori James Lange, dalam hal pengakuan mengenai peranan kebangsutan didalam derajat dirasakannya emosi, namun dengan mengkombinasikannya dengan interpretasi baik faktor internal maupun faktor eksternal, yang dilakukan oleh otak, untuk menentukan tipe perasaan.
4. Prilaku Ekspresif





5. Kognitif dan Apektif
 Kognitif
Kognitif ialah segenap gejala yang terdapat dalam kejiwaan kita sebagai hasil dari pengenalan. Kita bisa mendengar suara, melihat cahaya, menyimpan satu kenangan dan mengingatnya kembali, menemukan suatu kebenaran, semua itu adalah pengenalan.

Motivasi

BAB I
PENDAHULUAN

Motivasi merupakan suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi suatu perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi suatu kebutuhan dalam mencapai satu tujuan. Motivasi sangatlah kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena, tanpa ada motivasi tentu saja kehidupan kita tidaklah maju seperti sekarang ini. Motivasi merupakan upaya memelihara semangat dalam diri. Motivasi juga merupakan sebagai pendorong dan perangsang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugasnya dengan rasa kesadaran. Dengan demikian kita dapat melakukan kegiatan untuk meningkatkan kegairahan, disiplin, kesejahteraan, prestasi, moral kerja, tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepada kita.
Emosi merupakan suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subyektif. Dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai manusia tidak luput dari perasaan emosi. Perasaabn sangatlah erat hubungannya dengan pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa kita yang lainnya. Oleh sebab itu, tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan tanggapan perasaan orang lain terhadap hal yang sama. Ini terjadi karena perasaan orang menangapi sesuatu tidaklah sama.







BAB II
PEMBAHASAN
MOTIVASI DAN EMOSI
A. Motivasi
1. Defenisi Motivasi
Kata motivasi berasal dari bahasa latin “ movere “ yang berarti “ bergerak “ yang dimaksudkan sebagai “bergerak untuk maju “. Motivasi dalam konteks organisasi dijelaskan Hasibuan ( 1991 : 183 ) : sebagai suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan para pegawai sekaligus tercapainya tujuan organisasi.
Siagian ( 1980 : 128 ) mengartikan motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sedemkikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efesien dan ekonomis.
2. Beberapa Perspektif Motivasi
Dalam masalah motivasi ada istilah yang hampir sama (identik) pengepresiannya yaitu Motivasi devrives,needs. Menurut Filmore, Sanforel, Motivasi akar katanya adalah motif, sehingga motivasi diartikan sebagai berikut :
Motivasi yaitu suatu kondisi ( kekuatan / dorongan ) yang menggerakkan organisasi
( individu ) untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan dari tingkat tertentu, atau dengan kata lain motif itu yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu itu berbuat, bertindak atau bertingkahlaku.
Drives memiliki arti motivasi sebagai dorongan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar yang bersifat biologis seperti makan, minum ,bernafas dll. Sedangkan needs adalah dorongan yang berhubungan dengan kebutuhan biologis apabila individu merasa adanya kekurangan . misalnya kebutuhan individu terhadap kalori.
Sidmund Freud seorang sarjana psikologis mengartikan motivasi berdasarkan instink. Menurut Freud, seseorang bertingkahlaku menurut dua macam dorongan, yaitu dorongan instink untuk hidup dan dorongan untuk mati. Dorongan instnik yang hidup mendorongnya untuk mencintai dan menciptakan, sedangkan dorongan instink untuk mati, untuk membenci dan menghancurkan.
3. Teori-Teori Motivasi
a. Teori Evolusi

Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi lebih umum atau langka dalam suatu populasi.

Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik. Seleksi alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi - dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan ini. Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam. Sementara itu, hanyutan genetik (Bahasa Inggris: Genetic Drift) merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini akan berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme. Proses ini mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru.[4] Dan sebenarnya, kemiripan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi secara perlahan ini.
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang menjelaskan penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-organisme hidup telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu ke waktu.
Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai pada publikasi tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of Species yang menjelaskan dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam. Karya Darwin dengan segera diikuti oleh penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah. Pada tahun 1930, teori seleksi alam Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel, membentuk sintesis evolusi modern, yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme evolusi (seleksi alam). Kekuatan penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang secara terus menerus menimbulkan pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern yang memberikan penjelasan secara lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi.
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi karena seleksi alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa evolusi.
b. Teori Instink
Instink adalah suatu disposisi ( kecenderungan ) yang ditentukan secara genetis untuk berprilaku dengan cara tertentu bila dihadapkan pada rangsang-rangsang tertentu. Teori instink banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin ( 1809-1882 ) dan teori prilaku dari William James ( 1842-1910 ). William James beranggapan bahwa sebagian besar prilaku manusia ditentukan oleh instink. Ia bahkan berpendapat bahwa prilaku yang dibawa sejak lahir ( inborn behavior ) pada manusia lebih banyak dari pada binatang.
Teori instink pada tahun 1880 William James mengemukakan teori tentang hubungan antara stimulus emosional dengan responnya. Menurut James responnya itu bersifat instinktif perasaan, sensasi dan tingkah laku emosional itu merupakan reaksi-reaksi bawah terhadap stimulus tertentu. James mengumpulkan daftar stimulus yang terjadi membangkitkan emosi. Takut misalnya: dianggap sebagai reaksi bawaan terhadap suara-suara gaduh, orang-orang yang belum dikenal, binatang-binatang asing, sendirian, gelap dan tempat-tempat yang tinggi.
Teori instink pertama kali dikemukakan oleh William MC Dougall ( 1871-1938 ) yang membagi instink manusia menjadi sepuluh, lalu dirinci lagi menjadi 18. Meskipun demikian, tidak berarti teori motivasi yang mendasarkan diri pada instink lalu menjadi pupus. Akhir-akhir ini banyak study yang dilakukan oleh etholog ( ahli prilaku binatang ) , seperti Konrad Lorenz ( 1903 ) yang terkenal dengan bukunya On Agression, menunjukkan bahwa prilaku manusia, seperti prilku binatang, masih menunjukkan adanya pengaruh prilaku yang dibawa sejak lahir ( mereka manyebutnya fixed-action pattern ). Prilaku agresif misallnya pada manusia pun menunjukkan adanya pengaruh pola-pola prilaku yang sudah ditetapkan sejak lahir.
Reflex adalah respon yang otomatis, tidak dipelajari dan bersifat muskuler. Reflex biasanya terdiri dari gerakan-gerakan untuk melindungi badan terhadap luka. Dengan bekal reflex ini pula binatang dapat tetap hidup.
c. Teori Genetik





d. Teori Homeostatis
Homeostatis dapat didefenisikan sebagai proses suatu keadaan internal yang konstan tersusun dalam organisme. Contoh, berkeringat merupakan bagian mekanisme yang cenderung memantapkan suatu tingkat oksigen dan karbondioksida yang tetap dilarutan darah.
Tingkah laku dapat digolongkan sebagai homeostatic hanya jika pengaruhnya adalah menteraturkan ling internal membetulkan penyimpanan dari sejumlah level titik nol / normal dan tingkah laku seksual sejauh kita ketahui tidaklah demikian halnya. Proses-proses homeostatic merupakan sesuatu yang memelihara internal environment. Hal-hal itu meliputi bernafas, berkeringat / menggigil, makan dan minum.
Dengan demikian, motivasi mungkin saja secara biologis, primitive dan amat bertenaga kuat tanpa harus berwujud homeostatic.
Homeo statis terdiri dari dua teori yakni teori Drive dan teori Arousal:
• Teori Drive
Teori drive didasarkan atas determinan-determinan yang sifatnya biologis. Teori ini dipelopori oleh Clark Leonard Hull ( 1884-1925 ) berpendapat bahwa bila tubuh organism kekurangan zat tertentu seperti, lapar dan haus maka akan timbul sesuatu kebutuhan yang mnciptakan ketegangan dalam tubuh ( tension ). Ketegangan ini berupa aktivitas neural (eksitasi) yang meningkat,makin hebat bila kebutuhan tidak segera dipenuhi. Keadaan ini akan mendorong (driving state ). Organisme untuk menghilangkan ketegangan ,atau mengembalikan keseimbangan dalanm tubuh. Keadaan keseimbangan itu disebut homeo statis,yaitu keadaan tampa ketegangan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa organisme bertindak /berprilaku tidak semata-semata untuk mencapai homeo statis. Misalnya karena tingkah laku itu menghasilkan pengalaman yang menyenangkan atau karena organisme memang berprilaku untuk mencari ketegangan ( ngebut,nonton flim horor dll ).
• Teori Arousal
Teori Arousal yang pelopori oleh Elizabeth Duffy dan kawan-kawan mempunyai pendapat tentang Homeostatis yang berneda dari teori Drive. Menurut mereka, organisme tidak selalu berusaha menghilangkan ketegangan, tetapi justru sebaliknya organism sering kali berusaha meningkatkan ketegangan dalam dirinya. Homeostatis menurut teori ini adalah sustu keadaan tegangan optimum, yaitu tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi.

e. Perspektif Kognitif
Apabila perkembangan teori motivasi disimak dengan teliti akan terlihat bahwa para ilmuan yang mendalami motivasi menggunakan asumsi bahwa faktor-faktor motivasional yang bersifat ekstrinsik tidak mempengaruhi faktor-faktor motivasi instrinsik.
Akan tetapi pada tahun 80-an berlangsung berbagai penelitian yang menghasilkan pendapat ( teori ) bahwa anggapan yang berlaku pada waktu itu dirasakan tidak benar. Artinya, penemuan dari berbagai hasil penelitian itu mengatakan bahwa ada hubungan antara faktor-faktor motivasional yang instrinsik dengan faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik. Teori ini dikanal dengan istilah “ Evolusi Kognitif “.
Salah seorang pelopor yang mendalami teori motivasi adalah Abraham H. maslow yang berkarya sebagai ilmuan dan melakukan usahanya pada pertengahan dasawarsa 40-an. Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh moslow berintikan pendapat yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada 3 kebutuhan yaitu :
 Kebutuhan Fisiologis
Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis aialah kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan da perumahan. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar bukan saja karena setiap orang membutuhkannya terus menerus sejak lahir hingga ajalnya.
 Kebutuhan Akan keamanan
Kebutuhan akan kemanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik, meskipin hal ini merupakan aspek yang sangat penting, akan tetapi kemanan yang bersifatpsikologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan seseorang, misalnya keseimbangan kejiwaan seseorang akan terganggu apabila dia ditegur oleh atasannya dihadapan orang banyak, sehingga dia mengakibatkannya “ kehilangan muka “.
 Kebutuhan Sosial
Kebutuhan sosial tercermin dalam 4 bentuk perasaan :
 Perasaan diterima oleh orang laindengan siapa ia bergauldan berinteraksi dalam berorganisasi.
 Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan sangat berlebihan dan kekurangan.
 Kebutuhan akan perasaan maju.
Dapat dinyatakan secara kategorial bahwa pada umumnya manusia tidak senang apabila menghadapi kegagalan.
 Kebutuhan akan diikut sertakan.
 Klasifikasi Kebutuhan Manusia
Pemahaman yang tepat tentang motivasi dikaitkan dengan pemuasan kebutuhan manusia menjadi lebih sukar dan rumit karena paling empat alasan yaitu :
 Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, termasuk ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
 Dalam tindak tanduknya, manusia tidak selalu menunjukkan prilaku yang konsisten, bukan hanya karena faktor – faktor lingkungan yang selalu berubah, akan tetapi karena reaksi seseorang terhadap situasi tertentu bisa berbeda dari satu saat ke saat yang lain.
 Hubungan antara Variabel – Variabel motif yaitu kebutuhan dorongan dan tujuan bukanlah hubungan yang sederhana karena intensitas hubungan itu berbeda antara seseorang dengan orang yamg lain.
 Ternyata kebutuhan manusia merupakan hal yang sangat kompleks sehingga tidak selalu mudah menganalisisnya.

f. Perspektif Sikodinamik dan Humanistik

4. Motivasi Sosial
a. Faktor-faktor Motivasi
Faktor-faktor yang ada dalam motivasi dijelaskan Sukarna ( 1977:53 ) sebagai berikut:
• Kebutuhan-kebutuhan manusia ( human want’s )
• Kebutuhan hubungan ( communications )
• Kepemimpinan ( leadership )
• Perangsang ( respond )
• Sikap dan semangat
• Disiplin

b. Motivasi Berprestasi
Konsep ini mula-mula dikemukakan oleh Henry Murray ( 1893 ) dalam bukunya Eksplorations in Personality. Beliau membagi kebutuhan-kebutuhan manusia ke dalam manusia ke dalam 17 kategori. Di antara adalah kebutuhan untuk berprestasi.
Kebutuhan berprestasi tercermin dari prilaku individu yang selalu mengarah pada suatu standar keunggulan. Orang seperti ini menyukai tugas-tugas yang menantang, tanggung jawab pribadi, dan terbuka untuk umpan balik guna memperbaiki berprestasi inovatif-kreatifnya.


B. EMOSI
1. Defenisi Emosi
Defenisi emosi itu bermacam-macam, seperti “ keadaan bergejolak dan gangguan keseimbangan “. Respon kuat tak beraturan terhadap stimulus. Ada satu hal yang sama yaitu bahwa setiap defenisi tersebut keadaan emosional itu menunjukkan penyimpangan dari keadaan yang normal. Keadaan yang normal adalah keadaan yang tenang atau keadaan seimbang fisik dan sosial.
Dalam usaha memberikan gambaran, pengertian emosi dikemukakan beberapa ciri-ciri penting, yaitu:
a. Suatu keadaan yang muncul dari organisme individu.
b. Meliputi perubahan fisiologis, gerak-gerik, dll.
c. Ditimbulkan oleh suatu pengalamanan sadar yang mempengaruhi kegiatan jasmani menghasilkan penginderaan organis yang Nampak.
d. Mengandung suasana perasaan yang kuat.
Jadi, dapat disimpulkan dari berbagai cirinya, emosi adalah pengalaman sadar organisme terhadap rangsang-rangsang yang kompleks dan efektif ( mempunyai arti pribadi bagi dan meliputi unsur-unsur perasaan ) dan mengekspresikan diri dalam tingkah laku menampak.
2. Hakikat Emosi
Pada hakikatnya emosi ( emotion ) tidak terhitung banyaknya : kegembiraan, kesedihan, keriangan, cinta, benci, marah, takut, cemas, kesemuanya barulah sebagian kecil dan masing-masing dapat dialami dalam taraf yang berbeda-beda, sejak dari yang ringan hingga yang extreme. Ada yang dikatakan sebgai yang positif dan negative dan hamper semua orang mencari perasaan emosional yang positif serta berusaha menolak perasaan yang negative.
3. Teori-Teori Emosi
 Teori Mandler
Mandler menjelaskan bahwa emosi terjadi pada saat sesuatu yang tidak diharapkan atau pada saat kita mendapat rintangan didalam mencapai sesuatu tujuan tertentu. Ia menamakannya sebagai teori interupsif. Adalah interupsi pada saat permasalahan seperti inilah yang menyebabkan kebangkitan mengalami pengalaman emosional. Sistem saraf autonomic pada beberapa orang lebih responsip terhadap interupsi. Keuntungan dari adanya kebangkitan pada orang diartikan bahwa orang dapat memperlihatkan perubahan emosi secara extreme, misalnya bergembira dan bergairah.

Bagaimana kita merasakan emosi.







Mandler mnegemukakan bahwa, kita mendapat motivasi untuk mencapai apa yang dikatakannya sebagai dorongan keinginan autonomic ( autonomic jag ). Dan ini merupakan satu faktor yang membuat kita berubah dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain. Hamper semua orang dapat menerima berbagai dorongan keinginan autonomic dari interaksi sosial sehari-hari namun beberapa orang lainnya seperti tidak responsive sistem saraf. Autonomiknya sehingga hanya dapat dinmunculkan keinginannya. Apabila mereka ditempatkan pada kedudukan yang sangat membahayakan. Orang-orang ini rupanya berperangai sangat tenang dan dikuasai oleh emosi, kiranya tidak ada sesuatupun yang dapat mengganggu mereka, namun mereka mungkin akan memperlihatkan perbuatan-perbuatan yang benar-benar sangat kejam kalau menerima dorongan keinginan autonomic yang bertaraf sama dengan yang kita terima. Sekalipun dorongan keinginan tersebut bagi kita tidak dipermasalahkan. Orang-orang tersebut terkadang disebut psikopat (psychopath ) atau sisiopat ( sociopath ), kelihatannya tidak merasa bersalah berbuat seperti itu.

 Teori-Teori Emosi Secara Historis
Secara historis terdapat berbagai teori yang saling bertentangan mengenai peranan sistem saraf autonomic didalam emosi. James dan Lange menyatakan bahwa perubahan fisiologis disebabkan oleh aktivitas sisitem saraf autonomic yang berlangsung terhadap dirasakannya emosi.
 Teori Emosi Oleh James Lange
Pada tahun 1884, William James mengemukakan pendapat bahw areaksi perbuatan dan perubahan-perubahan jasmaniah itu mendahului timbulnya reaksi perasaaan. Orang melihat harimau sesudah itu karena lari dan naiknya tekanan darah orang merasa takut. Hal ini lalu dikenal dengan teori james lange sebab seorang pshykolog Denmark bernama Karl Lange mempunyai gagasan yang sama pada waktu yang hamper bersamaan dengan William James. Jadi, perasaan emosional itu tidak bergantung pada sensasi-sensasi yang diterimanya dari dalam tubuh, perasaan mendahului aspek-aspek lain dari emosi, misalnya : seseorang merasa tertekan, lalu mungkin bunuh diri atau melakukan perbutan-perbuatan yang lain yang membahayakan atau bersifat kompensatoris. Kalau ditetrapkan pada teori James Lange akan berarti bahwa orang akan merasa tertekan setelah melakukan bunuh diri.
Apektivita pshykology member nama afektivitas kepada dimensi perasaan yang dua ujungnya berupa senang atau tidak senang. Bagaimana kita menetapkan kekuatan afektiv bergantung pada keadaan organic kita. Anak yang lapar akan menilai tinggi seteguk air susu, sedangkan anak yang kenyang menilainya lebih rendah.
Keadaan – keadaan affektif kesan-kesan sensoris juga bermacam-macam sesuai dengan berulang-ulang dan intensitas stimulus. Lagu yang selalu diulang-ulang akan tidak lagi menimbulkan kesan yang positif. Air yang sedikit asin memberi kesan netral atau sedikit menyenangkan, air yang lebih asin member kesan menyenangkan tetapi air yang sangat mengasinkan member kesan tidak menyenangkan kekuatan affektif yerasaan. Tidak ada perasaan emosional yang mempunyai kekuatan affektif yang tetap. Marah misalnya, kadang menyenangkan kadang tidak. Demikian juga tidak ada kesan sensoris yang mesti menimbulkan perasaan emosional tertentu. Perasaan tidak bergantung pada sensasi, juga tidak pada persepsi tetapi pada konsepsi.
Emosi adalah reaksi terhadap situasi total pada satu saat, karena itu kekuatan affektif perasaan emosional bergantung pada seluruh stimulus dan bukan hanya pada kekuatan affektifnya.



 Teori Emosi Dari W. Cannon



Cannon berpendapat bahwa perubahan fisiologis benar-benar menyiapkan seseorang untuk bertindak dan tidak memainkan bagian apapun didalam merasakan emosi.
Teori yang berlaku sekarang mengakui peranan sistem saraf autonomic, baik didalam menentukan dirasakannya emosi maupun sampai seberapa jauh sistem saraf tersebut bertanggung jawab didalam memastikan kapasitor badan pada mereaksikan keadaan yang mengancam. Agaknya, pemikiran yang terakhir ini merupakan modifikasi dari teori James Lange, dalam hal pengakuan mengenai peranan kebangsutan didalam derajat dirasakannya emosi, namun dengan mengkombinasikannya dengan interpretasi baik faktor internal maupun faktor eksternal, yang dilakukan oleh otak, untuk menentukan tipe perasaan.
4. Prilaku Ekspresif





5. Kognitif dan Apektif
 Kognitif
Kognitif ialah segenap gejala yang terdapat dalam kejiwaan kita sebagai hasil dari pengenalan. Kita bisa mendengar suara, melihat cahaya, menyimpan satu kenangan dan mengingatnya kembali, menemukan suatu kebenaran, semua itu adalah pengenalan.